Sabtu, 19 Maret 2011

Buddhisme, Satu-Satunya Sains Yang Sejati

Perth, Australia -- Saya dulunya seorang ilmuwan. Saya belajar Ilmu Fisika Teoritis di Universitas Cambridge, berada di dalam gedung yang sama dengan seseorang yang kemudian dikenal sebagai Profesor Stephen Hawking. Saya menjadi kecewa dengan sains ketika sebagai orang-dalam, saya melihat betapa menjadi dogmatisnya seorang ilmuwan. Dogma, menurut kamus, merupakan pernyataan arogan dari sebuah opini.(1)

Ini merupakan suatu uraian yang sesuai dari sains yang saya saksikan di laboratorium Cambridge. Sains telah kehilangan rasa malunya. Opini yang bersifat egoistis mengalahkan pencarian Kebenaran yang berimbang. Aforisme (peribahasa) favorit saya pada waktu itu adalah: “Keunggulan seorang ilmuwan besar diukur oleh banyaknya waktu yang mereka gunakan untuk MERINTANGI KEMAJUAN di dalam bidang mereka!”

Untuk memahami sains yang sebenarnya, seseorang bisa kembali kepada salah satu bapak pendirinya, seorang filosof Inggris, yaitu Francis Bacon (1561 – 1628). Ia menyelesaikan kerangka kerja yang dengannya sains mengalami kemajuan, yaitu “kekuatan besar dari kasus-kasus penolakan"

Ini berarti bahwa, dalam mengajukan sebuah teori untuk menjelaskan beberapa fenomena alam, maka seseorang harus mencoba sebaik mungkin untuk bisa membuktikan kebalikan dari teori itu! Seseorang seharusnya menguji teorinya dengan eksperimen yang menantang. Seseorang harus mengujinya dengan argumen yang ketat.

Hanya ketika suatu kelemahan muncul pada teori, maka sains itu mengalami kemajuan. Sebuah penemuan baru telah memungkinkan sebuah teori untuk dapat disesuaikan dan diperbaiki. Metodologi sains yang fundamendal dan murni ini memahami bahwa tidaklah mungkin untuk membuktikan semuanya dengan kepastian yang mutlak. Seseorang hanya bisa menyangkal (membuktikan kebalikan) dengan kepastian yang mutlak.

Sebagai contoh, bagaimana seseorang dapat membuktikan hukum dasar gravitasi yang mengatakan “apa yang naik akan turun dengan segera?” Seseorang bisa melempar ke atas beberapa objek sebanyak sejuta kali dan melihat objek-objek tersebut jatuh sebanyak sejuta kali. Tetapi tetap tidak membuktikan “apa yang naik akan turun”.

Bagi NASA, mungkin setelah “melempar” roket Saturnus ke atas, ke ruang angkasa untuk menjelajahi planet Mars, maka roket itu tidak pernah turun ke bumi lagi. Sebuah kasus negatif cukup untuk menyangkal (membuktikan kebalikan) dari teori dengan kepastian mulak.

Beberapa ilmuwan yang salah arah mempertahankan teori bahwa tidak ada kelahiran kembali, mengatakan bahwa arus kesadaran ini tidak dapat kembali kepada keberadaan manusia secara berlanjut. Menurut sains, seseorang perlu menyangkal (membuktikan kebalikan) teori ini, yaitu dengan menemukan satu kasus kelahiran kembali, hanya satu kasus!

Seperti beberapa dari Anda sudah mengetahuinya, Professor Ian Stevenson, telah mendemonstrasikan banyak kasus kelahiran kembali. Teori tidak ada kelahiran kembali telah dapat disangkal. Kelahiran kembali sekarang adalah sebuah fakta ilmiah!

Sains modern memberikan prioritas yang rendah bagi usaha apapun untuk menyangkal (membuktikan kebalikan) teori yang ia pelihara. Ada terlalu banyak kepentingan kekuasaan, gengsi dan dana penelitian. Komitmen yang berani untuk kebenaran akan membuat terlalu banyak ilmuwan keluar dari zona kenyamanan mereka.

Para ilmuwan, sebagian besar, telah dicuci otaknya oleh pendidikan mereka dan dalam kelompok mereka untuk melihat dunia dengan cara yang sangat sempit, sangat kecil sekali. Ilmuwan yang paling parah adalah mereka yang berkelakuan seperti evangelis eksentrik (2), mengklaim bahwa hanya mereka sajalah yang memiliki seluruh kebenaran, dan kemudian merasa berhak untuk memaksakan pandangan-pandangan mereka kepada orang lain.

Orang awam mengetahui begitu sedikit mengenai sains, bahkan mereka sukar untuk memahami bahasa yang digunakan sains.

Kemudian, jika mereka membaca di surat kabar atau majalah “seorang ilmuwan mengatakan demikian?”, maka mereka langsung secara otomatis menerima hal itu sebagai kebenaran. Bandingkan hal ini dengan reaksi kita ketika kita membaca dalam jurnal yang sama “seorang politikus mengatakan demikian?”! Mengapa para ilmuwan memiliki kredibilitas yang tidak tertandingi seperti itu?

Mungkin ini disebabkan oleh bahasa dan ritual sains menjadi begitu jauh beralih kepada orang awam, dimana para ilmuwan kini menjadi dipuja-puja dan menjadi keimamaman yang mistis.

Berpakaian dengan pakaian upacara berupa jas laboratorium putih mereka, melafalkan bahasa yang tidak dapat dimengerti mengenai fraktal multi dimensi alam semesta yang paralel, dan mempertunjukkan upacara gaib yang mengubah logam dan plastik menjadi TV dan komputer, pada masa modern ini para ahli kimia begitu hebatnya sehingga kita akan percaya apapun yang mereka katakan. Ke-elitan sains menjadi sesuatu yang mutlak seperti halnya seorang Paus.

Beberapa orang mengetahui lebih baik. Banyak dari apa yang telah saya pelajari 30 tahun yang lalu sekarang telah terbukti salah. Sayangnya, banyak para ilmuwan dengan integritas dan rasa malu, yang menegaskan apa itu sains sesungguhnya, pekerjaannya masih dalam pengembangan.

Mereka mengetahui bahwa sains hanya dapat mengusulkan sebuah kebenaran, tetapi tidak akan pernah mencapai sebuah kebenaran. Saya pernah diceritakan oleh seorang praktisi Buddhis, dimana pada hari pertamanya di sekolah medis di Sydney, seorang Profesor terkemuka, kepala dari Sekolah Medis tersebut, memulai pidato penyambutannya dengan menyatakan “Setengah dari apa yang akan kami ajarkan kepada kalian pada beberapa tahun ke depan adalah salah. Permasalahannya adalah kami tidak tahu apa yang setengahnya lagi!” Itulah perkataan dari seorang ilmuwan sejati.

Beberapa ilmuwan evangelis akan melakukan sebaik mungkin untuk mengungkapkan perkataan kuno (yang sudah digubah) “Ilmuwan datang saat para malaikat takut untuk melangkah” dan mereka berhenti untuk membahas mengenai sifat alami pikiran, kebahagiaan, apalagi Nibbana. Khususnya para ahli neurology (ahli urat saraf) cenderung mengalami neurosis. (Neurosis : suatu ketundukan yang di luar batas terhadap pikiran-pikiran atau benda-benda yang tidak realistis) (3) 

Mereka mengklaim bahwa pikiran, kesadaran dan kehendak, pada saat ini cukup dijelaskan melalui aktivitas di dalam otak. Teori ini telah disangkal lebih dari 20 tahun yang lalu oleh penemuan Prof. Lorber mengenai seorang pelajar di Universitas Sheffield yang memiliki IQ 126, lulusan terbaik dalam bidang matematika, tetapi ia tidak memiliki otak secara virtual (Science, Vol. 210, 12 Dec 1980)!

Yang terbaru, hal tersebut telah disangkal oleh Prof. Pim Van Lommel, yang mempertunjukkan keberadaan aktivitas kesadaran setelah kematian secara klinik, yaitu ketika seluruh aktivitas otak telah berhenti (Lancet, Vol. 358, 15 Desember 2001, p 2039).

Meskipun mungkin ada banyak hubungan antara sebuah aktivitas terukur di bagian otak dan kesan mental, beberapa peristiwa atau fakta yang ada secara berdampingan tidak selalu menyiratkan bahwa yang satu adalah penyebab dari yang lain. Sebagai contoh, beberapa tahun yang lalu, sebuah penelitian memperlihatkan sebuah hubungan yang jelas antara perokok dan tidak terjadinya gejala penyakit Alzheimer.

Bukanlah karena merokok yang menyebabkan kekebalan terhadap penyakit Alzheimer, seperti yang diharapkan oleh perusahaan tembakau, ini hanyalah karena para perokok tidak memiliki hidup yang cukup panjang untuk mendapatkan penyakit Alzheimer!

Contoh di atas merupakan peristiwa yang bersamaan dari dua fenomena, bahkan ketika terulang kembali, bukanlah berarti salah satu fenomena tersebut merupakan penyebab dari fenomena yang lainnya. Mengklaim bahwa aktivitas di dalam otak menyebabkan suatu kesadaran, atau pikiran, jelaslah bukan merupakan hal yang bersifat ilmiah.

Buddhisme lebih bersifat ilmiah dibanding dengan sains modern. Seperti halnya sains, Buddhisme berdasarkan pada hubungan sebab-akibat yang dapat dibuktikan. Tetapi tidak seperti sains, Buddhisme menghadapi setiap kepercayaan dengan saksama.

Kalama Sutta yang terkenal dalam Buddhisme menyatakan bahwa seseorang tidak bisa mempercayai secara penuh pada “apa yang seseorang ajarkan, pada tradisi, kabar burung, kitab suci, logika, kesimpulan, penampilan, kesepakatan berdasarkan pada opini, berdasarkan kesan atas kemampuan sang guru, atau bahkan pada guru pribadi seseorang”.

Berapa banyak ilmuwan yang tegas dalam pemikiran mereka seperti ini? Buddhisme menghadapi segalanya, termasuk logika.

Perlu dicatat adalah bahwa Teori Kuantum muncul sebagai sesuatu yang tidak logis, bahkan bagi seorang ilmuwan besar seperti Einstein, ketika teori tersebut diajukan untuk pertama kalinya. Teori tersebut belum disangkal. Logika hanya dapat dipercaya sebagai anggapan-anggapan sebagai dasarnya. Buddhisme hanya mempercayai pengalaman yang jelas/jernih dan objektif.

Pengalaman yang jelas atau jernih terjadi ketika alat ukur seseorang berupa pikiran sehatnya, cermelang dan tidak terganggu. Dalam Buddhisme, hal ini terjadi ketika rintangan berupa kelambanan dan kemalasan serta keresahan dan penyesalan, seluruhnya dapat diatasi. Pengalaman yang objektif merupakan pengalaman yang bebas dari segala penyimpangan (bias).

Dalam Buddhisme, tiga jenis penyimpangan (bias) adalah, napsu keinginan, kehendak buruk dan keragu-raguan yang bersifat tidak pasti. Napsu keinginan membuat seseorang hanya melihat apa yang ingin ia lihat, napsu keinginan membelokkan kebenaran sehingga sesuai dengan apa yang disukai oleh seseorang. Kehendak buruk membuat seseorang buta pada apapun juga yang mengganggu atau yang membingungkan pandangan seseorang dan ia mengubah kebenaran dengan penyangkalan.

Keraguan yang tak pasti dengan keras kepala menolak segala kebenaran tersebut, seperti kelahiran kembali (tumimbal lahir), yang merupakan hal benar-benar sahih, tapi yang jatuh di luar dari kesesuaian dengan pandangan dunia.

Singkatnya, pengalaman yang jelas atau jernih dan objektif hanya tejadi ketika “Lima Rintangan” dalam diri seorang Buddhis telah diatasi. Hanya setelah itulah seseorang dapat mempercayai data yang datang melalui pengertian seseorang.

Karena para ilmuwan tidaklah bebas dari kelima rintangan ini, mereka jarang berpikir jernih dan objektif. Sebagai contoh, hal ini biasa bagi para ilmuwan untuk mengabaikan data yang mengganggu, yang tidak sesuai dengan teori-teori berharga mereka, atau yang lainnya adalah membatasi bukti-bukti tersebut untuk dilupakan dengan menyimpannya sebagai suatu `anomali` (ketidaknormalan).

Bahkan sebagian besar umat Buddha tidaklah berpikir jelas dan objektif. Seseorang haruslah memiliki pengalaman Jhana untuk menyingkirkan lima rintangan ini secara efektif (menurut Nalakapana Sutta, Majjhima Nikaya 68). Jadi hanyalah para meditator yang sempurna yang dapat mengklaim dirinya ilmuwan sejati, yang memiliki pikiran jelas dan objektif.

Sains mengklaim untuk tidak hanya mengandalkan pengamatan yang jernih dan objektif, tetapi juga pada pengukuran. Tetapi dalam sains, apakah yang disebut dengan pengukuran itu? Untuk mengukur sesuatu, menurut sains murni dari Teori Kuantum, adalah meruntuhkan Persamaan Gelombang Schroedinger melalui tindakan pengamatan (observasi).

Selain itu, bentuk Persamaan Gelombang Schroedinger “yang tak teruntuhkan”, dimana sebelum pengukuran apapun dilakukan, mungkin merupakan deskripsi yang paling sempurna sains dari dunia.

Itu merupakan deskripsi yang aneh! Menurut sains murni, realitas tidaklah terdiri atas unsur yang teratur baik dengan massa yang tepat, energi dan posisi di angkasa yang kesemuanya hanya menunggu untuk diukur. Realitas merupakan ketidakjelasan yang luas dari segala kemungkinan, hanya beberapa saja yang menjadi lebih jelas dibanding dengan hal yang lainnya.

Bahkan kualitas dasar "yang dapat diukur" seperti “hidup” atau “mati” yang telah didemonstrasikan oleh sains terkadang menjadi tidak berlaku. Dalam eksperimen pikiran `Schroedinger`s Cat` yang jahat, kucing Prof. Schroedinger secara cerdik ditempatkan pada situasi sebenarnya dimana ia tidaklah mati ataupun hidup, dimana pengukuran semacam demikian menjadi tidak berarti. Realitas, berdasarkan Teori Kuantum, adalah di luar ambang pengukuran. Pengukuran mengganggu realitas, ia tidak pernah mendeskripsikan realitas dengan sempurna.

Adalah `Prinsip Ketidakpastian` yang terkenal dari Heisenberg yang menunjukkan kesalahan yang tidak dapat dielakkan antara dunia Kuantum asli dan dunia terukur dari sains palsu.

Lagi pula, bagaimana setiap orang dapat mengukur sang pengukur, yaitu pikiran? Pada sebuah seminar baru-baru ini mengenai Sains dan Agama, dimana saya menjadi pembicara, seorang Katholik di dalam hadirin dengan beraninya mengumumkan bahwa setiap kali ia melihat bintang-bintang melalui teleskop, ia merasa tidak nyaman karena agamanya menjadi terancam.

Saya mengomentarinya bahwa setiap kali seorang ilmuwan melihat dengan cara yang terbalik melalui teleskop, untuk observasi orang yang sedang melihat, maka mereka merasa tidak nyaman karena sains mereka terancam oleh apa yang dilakukan oleh penglihatannya! Jadi apa yang dilakukan oleh penglihatan, apakah pikiran ini yang menghindar dari sains modern?

Suatu saat, seorang guru kelas satu bertanya kepada kelasnya, "Apakah benda yang terbesar di dunia?" Seorang gadis kecil menjawab, "Papaku". Seorang anak laki-laki kecil berkata, "Seekor gajah." Karena dia pernah ke kebun binatang baru-baru ini. Gadis yang lain mengusulkan, "Sebuah gunung".

Puteri berusia enam tahun dari sahabat karibku menjawab, "Mataku adalah benda yang paling besar di dunia!" Kelas itu terhenti. Bahkan guru tersebut tidak mengerti apa yang dijawabnya. Jadi sang filosofis kecil ini menjelaskan, "Yah, mataku bisa melihat papanya, seekor gajah dan sebuah gunung juga. Ia juga bisa melihat banyak lagi. Jika semuanya bisa sesuai ke dalam mataku, maka mataku pastilah benda terbesar di dunia!" Luar biasa!

Namun begitu, gadis kecil itu tidak sepenuhnya benar. Pikiran bisa melihat segala sesuatu yang bisa dilihat mata seseorang, dan ia juga bisa membayangkan begitu lebih banyak lagi. Pikiran juga bisa mendengar, membaui, merasakan dan menyentuh, sama baiknya dengan berpikir. Faktanya, segala sesuatu yang bisa diketahui bisa muat ke dalam pikiran. Oleh karena itu, pikiran pastilah benda yang terbesar di dunia. Kesalahan sains sudah jelas sekarang. Pikiran tidaklah berada di dalam otak, begitu pula di dalam tubuh. Otak, tubuh dan dunia beserta sisanya, ada di dalam pikiran!

Pikiran adalah indera keenam dalam Buddhisme, dialah yang mana memandu kelima panca indera yakni penglihatan, pendengaran, pembauan, pengecapan dan sentuhan, dan melebihi mereka dengan daerah kekuasaannya sendiri. Ia bersesuaian bebas dengan "Akal Sehat" dari Aristoteles yang mana bertentangan dari panca indera.

Memang benar bahwa filsafat Yunani kuno, dari mana sains dikatakan berasal, mengajarkan indera keenam sama seperti Buddhisme. Di suatu tempat bersamaan dengan perjalanan sejarah dari pemikiran orang Eropa, mereka kehilangan pikirannya! Atau, sama seperti Aristoteles yang akan mengemukakan demikian, mereka dengan suatu cara telah mengesampingkan "Akal Sehat" mereka! Dan demikianlah kita mendapatkan sains. Kita mendapatkan materialistis tanpa hati sedikitpun. Orang bisa dengan akuratnya mengatakan bahwa Buddhisme adalah sains yang menyimpan hatinya, dan yang tidak kehilangan pikirannya!

Demikianlah Buddhisme bukan suatu sistem kepercayaan. Buddhisme adalah sains yang ditemukan dalam observasi yang objektif, yaitu meditasi, selalu seksama untuk tidak mengganggu realitas melalui pengukuran buatan yang mengesankan, dan ia secara jelas dapat diulang.

Manusia telah menciptakan kembali kondisi-kondisi eksperimental, dikenal dengan menetapkan faktor-faktor dari Jalan Mulia Berunsur Delapan, selama lebih dari duapuluh enam abad sekarang, lebih lama dibandingkan dengan sains. Dan mereka Professor-Professor Meditasi yang ternama, Arahat-Arahat pria dan wanita, kesemuanya telah tiba pada kesimpulan yang sama seperti Sang Buddha.

Mereka telah membuktikan Hukum Dhamma yang abadi, atau dikenal sebagai Buddhisme. Jadi Buddhisme adalah satu-satunya sains yang sejati, dan saya gembira untuk mengatakan bahwa saya masih seorang ilmuwan dalam hati saya, hanya saja seorang ilmuwan yang lebih baik daripada apa yang pernah saya dulunya dapatkan di Cambridge.
--end-- Y.M. Ajahn Brahmavamso Mahathera dilahirkan di Peter Betts di London, Inggris pada tanggal 7 Agustus 1951. Beliau adalah kepala bhikkhu dari Vihara Bodhinyana di Australia Barat, Direktur Spiritual dari Buddhist Society Australia Barat, Penasihat Spiritual dari Buddhist Society Victoria, Penasihat Spiritual dari Buddhist Society Australia Selatan, Pelindung Spiritual dari Buddhist Fellowship di Singapura, dan Pelindung Spiritual dari Bodhikusuma Centre di Sydney.
Courtesy: Buddhist Society of Western Australia.
Catatan:
  1. dogma: pokok ajaran tentang kepercayaan yang harus diterima sebagai hal yang benar dan baik, tidak boleh dibantah dan diragukan.(sbr: KBBI)
  2. evangelis: seseorang yang berusaha mengalihyakinkan kepercayaan orang lain ke dalam ke-Kristen-an.(sbr: Oxford Dictionary)
  3. neurosis: penyakit syaraf yang berhubungan dengan fungsinya tanpa ada kerusakan organik pada bagian-bagian susunan syaraf.(sbr: KBBI)
Judul asli: Buddhism, The Only Real Science
Oleh: Ven. Ajahn Brahmavamso Mahathera

Pokok-Pokok Dasar Pemersatu Theravada dan Mahayana

Pendahuluan
Dalam suatu faham, kepercayaan ataupun agama tentunya memiliki ciri khas dalam ide, konsep ataupun ajarannya yang membedakannya satu dengan yang lain. Meskipun dalam suatu faham, kepercayaan ataupun agama tersebut memiliki aliran atau mazab atau tradisi yang beraneka ragam, namun pastilah memiliki ciri khas, kesamaan beberapa konsep ajaran yang mendasar yang menghubungan satu dengan yang lain sehingga aliran-aliran tersebut masih dapat digolongkan dalam faham, kepercayaan ataupun agama induknya.

Buddhisme merupakan agama yang juga tidak lepas dari keberagaman aliran ataupun tradisi. Mayoritas, terdapat dua aliran atau tradisi dalam Buddhisme, yaitu Theravada dan Mahayana (dengan mempertimbangkan Vajrayana merupakan bagian dari Mahayana). Digolongkannya aliran Theravada maupun Mahayana sebagai bagian dari Buddhisme tidak lepas dari adanya kesamaan yang mendasar dalam beberapa konsep ajaran yang merupakan inti sari dari Buddha Dhamma.

Dalam tulisan kali ini, kita disuguhkan persamaan pokok-pokok dasar yang terdapat dua aliran besar dalam Buddhisme yang menjadi pemersatu keduanya. Pokok-pokok dasar pemersatu ini terdapat dalam rumusan-rumusan yang sebelumnya telah dipelajari, disusun, dan diterima oleh para rohaniawan khususnya yang tergabung dalam Dewan Sangha Buddhis Sedunia.


Rumusan Oleh Dewan Sangha Buddhis Sedunia
Pada tahun 1966, Dewan Sangha Buddhis Sedunia atau World Buddhist Sangha Council (WBSC) terbentuk di Colombo, Sri Lanka pada bulan Mei. WBSC merupakan organisasi internasional non-pemerintah yang keanggotaannya terdiri dari sangha-sangha dari seluruh dunia.

WBSC memiliki perwakilan dari tradisi Theravada, Mahayana, dan Vajrayana, yang berasal dari berbagai negara yaitu: Australia, Bangladesh, Kanada, Denmark, Perancis, Jerman, Hong Kong, India, Indonesia, Jepang, Korea, Macao, Malaysia, Mongolia, Myanmar, Nepal, New Zealand, Philipina, Singapura, Sri Lanka, Sweden, Taiwan, Thailand, Inggris dan Amerika Serikat.

Pada Kongres WBSC Pertama, salah satu pendirinya, Sekretaris-jendral, almarhum Y.M. Pandita Pimbure Sorata Thera meminta Y.M. Walpola Rahula untuk memberikan rumusan ringkas untuk mempersatukan tradisi-tradisi yang berbeda, yang kemudian secara bulat disetujui oleh Dewan. Inilah sembilan “Pokok-Pokok Dasar Pemersatu Theravada dan Mahayana”:

  1. Sang Buddha hanyalah satu-satunya Guru dan Penunjuk Jalan.
  2. Kami berlindung dalam Ti Ratana (Buddha, Dhamma, dan Sangha).[1]
  3. Kami tidak mempercayai dunia ini diciptakan dan diatur oleh tuhan.[2]
  4. Kami mengingat bahwa tujuan hidup adalah mengembangkan belas kasih untuk semua makhluk tanpa diskriminasi dan berusaha untuk kebaikan, kebahagiaan, dan kedamaian mereka; dan untuk mengembangkan kebijaksanaan yang mengarah pada perealisasian Kebenaran Tertinggi.Kami menerima Empat Kebenaran Arya, yaitu dukkha, penyebab timbulnya dukkha, padamnya dukkha, dan jalan menuju pada padamnya dukkha; dan menerima hukum sebab dan akibat (Paticcasamuppada/ Pratityasamutpada).
  5. Segala sesuatu yang berkondisi (sankhara / samskara) adalah tidak kekal (anicca / anitya) dan dukkha, dan segala sesuatu yang berkondisi dan yang tidak berkondisi (dhamma) adalah tanpa inti, bukan diri sejati (anatta / anatma).
  6. Kami menerima Tigapuluh Tujuh (37) kualitas yang membantu menuju Pencerahan (Bodhipakkhika Dhamma / Bodhipaksa Dharma) sebagai segi-segi yang berbeda dari Jalan yang diajarkan oleh Sang Buddha yang mengarah pada Pencerahan.
  7. Ada tiga jalan mencapai bodhi atau Pencerahan: yaitu sebagai Savakabuddha / Sravakabuddha, sebagai Paccekabuddha / Pratyekabuddha, dan sebagai Samyaksambuddha / Sammasambuddha. Kami menerimanya sebagai yang tertinggi, termulia dan terheroik untuk mengikuti karir Bodhisattva dan untuk menjadi seorang Sammasambuddha dalam rangka menyelamatkan makhluk lain. [3]
  8. Kami mengakui bahwa di negara yang berbeda terdapat perbedaan pandangan kepercayaan-kepercayaan dan praktik Buddhis. Bentuk dan ekspresi luar ini seharusnya tidak boleh dicampuradukkan/dikelirukan (perlu dipisahkan) dengan esensi/inti ajaran-ajaran Sang Buddha.

Perluasan Rumusan
Pada tahun 1981 Y.M. Walpola Sri Rahula mengajukan alternatif rumusan yang mengacu pada 9 dasar dalam rumusan terdahulu. Rumusan tersebut berisi:
  1. Apapun aliran, kelompok atau sistem kami, sebagai Buddhis kami semua menerima Sang Buddha sebagai Guru kami yang memberikan kami ajaranNya.
  2. Kami semua berlindung pada Tiga Permata (Tiratana): Sang Buddha, Guru kami; Dhamma, ajaranNya; dan Sangha, Komunitas para Arya (suciwan). Dengan kata lain, kami berlindung pada Pengajar, Pengajaran, dan Hasil Pengajaran.
  3. Baik Theravada ataupun Mahayana, kami tidak mempercayai bahwa dunia ini diciptakan dan diatur oleh tuhan atas kehendaknya.
  4. Mengikuti keteladanan Sang Buddha, Guru kami yang merupakan perwujudan dari Belas kasih Agung (Maha Karuna) dan Kebijaksanaan Agung (Maha Prajna), kami menyadari bahwa tujuan dari hidup adalah untuk mengembangkan belas kasih bagi semua makhluk hidup tanpa diskriminasi dan untuk bekerja untuk kebaikan, kebahagiaan, dan kedamaian mereka; dan untuk mengembangkan kebijaksanaan yang mengarah pada realisasi Kebenaran Tertinggi.
  5. Kami menerima Empat Kebenaran Mulia yang diajarkan oleh Sang Buddha, yaitu, Dukkha, kebenaran bahwa keberadaan kita di dunia ini berada dalam kesukaran, tidak kekal, tidak sempurna, tidak memuaskan, penuh dengan konflik; Samudaya, kebenaran bahwa kondisi-kondisi ini merupakan hasil dari sifat egois kita yang mementingkan diri sendiri berdasarkan pada ide yang salah mengenai diri; Niroda, kebenaran bahwa adanya kepastian akan kemungkinan pelepasan, pembebasan, kemerdekaan dari kesukaran ini dengan pemberantasan secara total sifat egois yang mementingkan diri sendiri; dan Magga, kebenaran bahwa pembebasan ini dapat dicapai melalui Jalan Tengah yang terdiri dari delapan faktor, yang mendorong ke arah kesempurnaan akan kemoralan (sila), disiplin mental (samadhi), dan kebijaksanaan (panna).
  6. Kami menerima hukum semesta sebab akibat yang terdapat dalam Paticcasamuppada (Skt. Pratityasamutpada, Sebab Musabab Yang Saling Bergantungan), dan oleh karena itu kami menerima bahwa segala sesuatu bersifat relatif, saling berhubungan, saling berkaitan dan tidak ada yang mutlak, tetap, dan kekal di alam semesta ini.
  7. Kami memahami, berdasarkan pada ajaran Sang Buddha, bahwa segala sesuatu yang berkondisi (sankhara) adalah tidak kekal (anicca), tidak sempurna dan tidak memuaskan (dukkha), dan segala sesuatu yang berkondisi dan tidak berkondisi (dhamma) adalah bukan diri/ tanpa inti (anatta).
  8. Kami menerima Tigapuluh Tujuh kualitas yang berguna bagi pencapaian Pencerahan (Bodhipakkhiya Dhamma) sebagai beragam aspek yang berbeda dari Jalan yang diajarkan oleh Sang Buddha yang mendorong ke arah Pencerahan, yaitu:
    1. Empat Bentuk Landasan Perhatian Benar (Pali: satipatthana; Skt. smrtyupasthana);
    2. Empat Daya Upaya Benar (Pali. sammappadhana; Skt. samyakpradhana);
    3. Empat Dasar Kekuatan Batin (Pali. iddhipada; Skt. rddhipada);
    4. Lima Macam Kemampuan (indriya: Pali. saddha, viriya, sati, samadhi, panna; Skt. sraddha, virya, smrti, samadhi, prajna);
    5. Lima Macam Kekuatan (bala: saddha, viriya, sati, samadhi, panna; Skt. sraddha, virya, smrti, samadhi, prajna);
    6. Tujuh Faktor Pencerahan Agung (Pali. bojjhanga; Skt. bodhianga);
    7. Delapan Ruas pada Jalan Mulia (Pali. ariyamagga; Skt. aryamarga).
  9. Ada tiga jalan untuk mencapai Bodhi atau Pencerahan Agung berdasarkan pada kemampuan/kecakapan dan kapasitas dari masing-masing individu, yaitu: sebagai seorang Sravaka (Yang melaksanakan ajaran Sammasambuddha ), sebagai seorang Pratyekabuddha (Buddha Yang tidak memberikan pengajaran) dan sebagai seorang Samyaksambuddha (Buddha Yang Sempurna). Kami menerima jika mengikuti karir seorang Boddhisattva adalah untuk menjadi seorang Samyaksambuddha dalam rangka menyelamatkan yang lain, merupakan sesuatu yang tertinggi, mulia dan paling heroik. Tetapi ketiga kondisi ini berada dalam Jalan yang sama, tidak berada dalam jalan yang berbeda. Sesungguhnya, Sandhinirmocana Sutra, salah satu sutra Mahayana yang penting, secara jelas dan  tegas mengatakan bahwa mereka yang mengikuti garis Sravaka-yana (Wahana Sravaka) atau garis Pratyekabuddha-yana (Wahana Pratyekabuddha) atau garis Para Tathagata (Mahayana) mencapai Nibbana tertinggi dengan Jalan yang sama, dan oleh karena itu bagi mereka semua hanya ada satu Jalan Pemurnian (visuddhi-marga) dan hanya satu Pemurnian (visuddhi) dan tidak ada yang lain, dan oleh karena itu mereka bukanlah jalan yang berbeda dan pemurnian yang berbeda, dan oleh karena itu Sravakayana dan  Mahayana merupakan Satu Wahana, Satu Yana (eka-yana) dan bukanlah wahana atau yana yang berbeda.
  10. Kami mengakui bahwa dalam negara-negara yang berbeda ada perbedaan mengenai tata cara hidup dari para biarawan Buddhis, kepercayaan dan praktik, upacara dan ritual-ritual, seremonial, adat istiadat dan kebiasaan umat Buddha yang bersifat umum. Bentuk eksternal (luar) dan ekspresi ini semestinya tidak boleh dicampuradukkan/dikelirukan (perlu dipisahkan) dengan esensi/inti ajaran-ajaran Sang Buddha.
Rumusan Lain
Ada beberapa tokoh ataupun sarjana Buddhis yang juga merumuskan persamaan ajaran antara Theravada dan Mahayana yang isinya sebagian besar sama dengan rumusan WBSC.

Y.M. K. Sri Dhammananda memberikan rumusan seperti berikut:
  1. Kedua aliran menerima Buddha Sakyamuni sebagai Guru.
  2. Empat Kebenaran Arya adalah sama persis dikedua aliran.
  3. Jalan Utama Berunsur Delapan adalah sama persis dikedua aliran.
  4. Paticcasamuppada atau ajaran akan Sebab-Musabab Yang Bergantungan adalah sama persis dikedua aliran.
  5. Kedua aliran menolak ide akan “makhluk tertinggi” yang menciptakan dan mengatur dunia ini.
  6. Kedua aliran menerima Anicca, Dukkha, Anatta dan Sila, Samadhi, Panna tanpa adanya perbedaan.

Rumusan dari Oo Maung:
  1. Kesamaan dalam menerima Empat Kebenaran Arya.
  2. Kesamaan dalam menerima Jalan Utama Berunsur Delapan.
  3. Kesamaan dalam menerima Paticcasamuppada atau Sebab-Musabab Yang Bergantungan.
  4. Kesamaan dalam menerima Anicca, Dukkha, Anatta.
  5. Kesamaan dalam menerima Sila, Samadhi, Panna.
  6. Kesamaan dalam menolak konsep tuhan tertinggi.
Rumusan dari Tan Swee Eng:
  1. Buddha Sakyamuni merupakan pendiri Buddhisme yang asli dan berdasarkan sejarah.
  2. Tiga Corak Universal (Dukkha, Anica, dan Anatta), Empat Kebenaran Arya, Jalan Utama Berunsur Delapan, dan 12 rantai Sebab-Musabab Yang Bergantungan, merupakan fondasi dasar bagi seluruh aliran Buddhisme termasuk aliran Tibet dari Vajrayana.
  3. Tiga unsur latihan yaitu Kemoralan (sila), Meditasi (samadhi) dan Kebijaksanaan (prajna) adalah hal yang universal bagi semua aliran.
  4. Pengorganisasian Ajaran Buddha / Dharma terbagi menjadi tiga klasifikasi (Sutra/Sutta, Vinaya, dan sastra) terdapat pada kanon Buddhis di berbagai negara.
  5. Konsep pikiran melampaui materi. Pikiran sebagai hal yang mendasar dari penjinakan dan kontrol adalah hal yang fundamental bagi semua aliran.

Penutup
Dengan rumusan pokok-pokok dasar pemersatu ini, diharapkan kita dapat memahami ciri khas ajaran yang ada dalam Buddhisme yang membedakan agama besar ini dengan agama atau kepercayaan lainnya yang ada di dunia. Kita dapat memahami bahwa meskipun terdapat perbedaan antar aliran, namun memiliki ajaran pokok yang sama yang apabila diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dapat mengarahkan kita pada akhir penderitaan, Nibbana / Nirvana.
--End--

Catatan:
  1. Berlindung dalam Ti Ratana bukan berarti berserah diri. Buddha dalam pengertian Guru pembimbing, dimana Sakyamuni Buddha adalah Buddha Sejarah. Dan Buddha dalam pengertian Kesadaran. Dhamma dalam pengertian Kebenaran ataupun Ajaran Buddha. Sangha dalam pengertian persaudaraan / perkumpulan para Bhikkhu Arya.
  2. tuhan yang dimaksud adalah yang memiliki definisi: berpersonal, pencipta semesta, prima causa, ayah/ibu dari semua makhluk, paramatman, yang maha segalanya.  
  3. Savakabuddha: pencapaian Pencerahan melalui mendengar ajaran dari Sammasambuddha.  Paccekabuddha: pencapaian Pencerahan dengan usaha sendiri tanpa mengajar. Sammasambuddha: pencapaian pencerahan dengan usaha sendiri dan mengajar.
Literatur:
  1. The Heritage of the Bhikkhu; Walpola Rahula; New York, Grove Press, 1974; hal. 100, 137-138.
  2. Two Main Schools of Buddhism; K. Sri Dhammananda; Brickfields, Kuala Lumpur.
  3. Common Ground Between Theravada and Mahayana Buddhism; Tan Swee Eng; www.buddhanet.net
  4. Theravada Versus Mahayana; Oo Maung, 2006

KEBAKTIAN UMUM

1.   PEMBUKAAN
Pemimpin Kebaktian : memberi tanda kebaktian dimulai (dengan gong, lonceng, dan sebagainya). Pemimpin Kebaktian menyalakan lilin dan dupa (hio), kemudian meletakkan dupa di tempatnya, sementara hadirin duduk bertumpu lutut dan bersikap anjali. Setelah dupa diletakkan di tempatnya, Pemimpin Kebaktian dan para hadirin menghormat dengan menundukkan kepala (bersikap anjali dengan menyentuh dahi).
2.   NAMÂKARA GÂTHÂ (Syair Penghormatan)
Pemimpin Kebaktian mengucapkan kalimat per kalimat dan diikuti oleh hadirin :
ARAHAM SAMMÂSAMBUDDHO BHAGAVÂ
BUDDHAM BHAGAVANTAM ABHIVADEMI
(namaskara)

SVÂKKHÂTO BHAGAVANTÂ DHAMMO
DHAMMAM NAMASSÂMI
(namaskara)

SUPATIPANNO BHAGAVATO SÂVAKASANGHO
SANGHAM NAMâMI
(namaskara)

Sang bhagava, Yang maha suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna;
aku bersujud di hadapan Sang Buddha, Sang Bhagava.
(namaskara)

Dhamma telah sempurna dibabarkan oleh Sang bhagava;
Aku bersujud di hadapan Dhamma.
(namaskara)

Sangha Siswa Sang Bhagava telah bertindak sempurna;
aku bersujud dihadapan Sangha.


* Sikap dalam namaskara, lima titik (lutut, ujung jari-jari kaki, dahi, siku, telapak tangan ) menyentuh lantai.
3.   PUJA GATHA (Syair Puja)
(hadirin tetap duduk bertumpu lutut dan bersikap anjali)
PEMIMPIN KEBAKTIAN:
YAMAMHA KHO MAYAM BHAGAVANTAM SARANAM GATA,
YO NO BHAGAVATA SATTHA, YASSA CA MAYAM BHAGAVATO
DHAMMAM ROCEMA, IMEHI SAKKAREHI TAM BHAGAVANTAM
SASADDHAMMAM, SASAVAKASANGHAM ABHIPUJAYAMA.
4.   PUBBABHAGANAMAKARA (Penghormatan Awal)
(hadirin duduk bersimpuh/bersila)
PEMIMPIN KEBAKTIAN :
HANDAMAYAM BUDDHASSA BHAGAVATO PUBBABHAGANAMAKARAM KAROMA SE
Marilah kita mengucapkan penghormatan awal kepada Sang Buddha, Sang Bhagava.
BERSAMA-SAMA :
NAMO TASSA BHAGAVATO ARAHATO SAMMASAMBUDDHASA
Terpujilah Sang Bhagava, Yang Maha Suci, Yang telah Mencapai Penerangan Sempurna.

(tiga kali)

5.   TISARANA (Tiga perlindungan)

PEMIMPIN KEBAKTIAN :
HANDAMAYAM TISARANAGAMANAPATHAM KAROMA SE
Marilah kita mengucapkan Tiga Perlindungan

BERSAMA-SAMA :BUDDHAM SARANAM GACHAMI
DHAMMAM SARANAM GACHAMI
SANGHAM SARANAM GACHAMI

Aku berlindung kepada Buddha
Aku berlindung kepada Dhamma
Aku berlindung kepada Sangha (baca : Sang-gha)

DUTIYAMPI BUDDHAM SARANAM GACHAMI
DUTIYAMPI DHAMMAM SARANAM GACHAMI
DUTIYAMPI SANGHAM SARANAM GACHAMI

Untuk kedua kalinya, aku berlindung kepada Buddha
Untuk kedua kalinya, aku berlindung kepada Dhamma
Untuk kedua kalinya, aku berlindung kepada Sangha

TATIYAMPI BUDDHAM SARANAM GACHAMI
TATIYAMPI DHAMMAM SARANAM GACHAMI
TATIYAMPI SANGHAM SARANAM GACHAMI

Untuk ketiga kalinya, aku berlindung kepada Buddha
Untuk ketiga kalinya, aku berlindung kepada Dhamma
Untuk ketiga kalinya, aku berlindung kepada Sangha



6.   PANCASILA (Lima Latihan Sila)

PEMIMPIN KEBAKTIAN :
HANDAMAYAM PANCASIKKHAPADAPATHAM KAROMA SE
Marilah kita mengucapkan Lima Latihan Sila

BERSAMA-SAMA :- PANATIPATA VERAMANI SIKKHAPADAM SAMADIYAMI
- ADINNADANA VERAMANI SIKKHAPADAM SAMADIYAMI
- KAMESU MICCHACARA VERAMANI SIKKHAPADAM SAMADIYAMI
- MUSAVADA VERAMANI SIKKHAPADAM SAMADIYAMI
- SURAMERAYA MAJJAPAMADATTHANA VERAMANI SIKKHAPADAM SAMADIYAMI
- Aku bertekad akan melatih diri untuk tidak melakukan pembunuhan makhluk hidup.
- Aku bertekad akan melatih diri untuk tidak mengambil barang yang tidak diberikan.
- Aku bertekad akan melatih diri untuk tidak melakukan perbuatan seksualitas yang tidak
  dibenarkan.
- Aku bertekad akan melatih diri untuk tidak mengucapkan ucapan yang tidak benar.
- Aku bertekad akan melatih diri untuk tidak minum segala minuman keras yang dapat
  menyebabkan lemahnya kesadaran.

7.   BUDDHANUSSATI (Perenungan Terhadap Buddha)
PEMIMPIN KEBAKTIAN :HANDAMAYAM BUDDHANUSSATINAYAM KAROMA SE
Marilah kita mengucapkan Perenungan Terhadap Buddha

BERSAMA-SAMA :
ITI PI SO BHAGAVA ARAHAM SAMMASAMBUDDHO,
VIJJACARANA-SAMPANNO SUGATO LOKAVIDU,
ANUTTARO PURISADAMMASARATHI SATTHA DEVAMANUSSANAM,
BUDDHO BHAGAVA’TI.

Demikianlah Sang Bhagava, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai penerangan Sempurna : Sempurna pengetahuan serta tindak-tanduk-Nya. Sempurna menempuh Sang Jalan (ke Nibbana). Pengenal segenap alam. Pembimbing manusia yang tiada taranya. Guru para dewa dan manusia. Yang Sadar (Bangun), Yang patut Dimuliakan.

(diam sejenak merenungkan sifat-sifat Sang Buddha)

8.   DHAMMANUSSATI (Perenungan Terhadap Dhamma)

PEMIMPIN KEBAKTIAN :
HANDAMAYAM DHAMMANUSSATINAYAM KAROMA SE
Marilah kita mengucapkan Perenungan Terhadap Dhamma

BERSAMA-SAMA :SVAKKHATO BHAGAVATA DHAMMO,
SANDITTHIKO AKALIKO EHIPASSIKO,
OPAYANIKO PACCATTAM VEDITABBO VINNUHI`TI.

Dhamma Sang Bhagava telam sempurna dibabarkan; berada sangat dekat, tak lapuk oleh waktu, mengundang untuk dibuktikan; menuntun ke dalam batin, dapat diselami oleh para bijaksana dalam batin masing-masing.

(diam sejenak merenungkan sifat-sifat Dhamma)

9.   SANGHANUSSATI (Perenungan Terhadap Sangha)
PEMIMPIN KEBAKTIAN :HANDAMAYAM SANGHANUSSATINAYAM KAROMA SE
Marilah kita mengucapkan Perenungan Terhadap Sangha (baca: Sang-gha)

BERSAMA-SAMA :
SUPATIPANNO BHAGAVATO SAVAKASANGHO,
UJUPATIPANNO BHAGAVATO SAVAKASANGHO,
NAYAPATIPANNO BHAGAVATO SAVAKASANGHO,
SAMICIPATIPANNO BHAGAVATO SAVAKASANGHO,
YADIDAM CATARI PURISAYUGANI ATTHAPURISAPUGGALA,
ESA BHAGATO SAVAKASANGHO,
AHUNEYYO PAHUNEYYO DAKKHINEYYO ANJALIKARANIYO,
ANUTTARAM PUNNAKKHETTAM LOKASSA`TI.

Sangha siswa Sang Bhagava telah bertindak baik;
Sangha siswa Sang Bhagava telah bertindak lurus;
Sangha siswa Sang Bhagava telah bertindak benar;
Sangha siswa Sang Bhagava telah bertindak patut.
Mereka, merupakan empat pasang makhluk, terdiri dari delapan jenis makhluk suci *), itulah Sangha siswa Sang Bhagava;
Patut menerima pemberian, tempat bernaung, persembahan serta penghormatan;
Lapangan untuk menanam jasa, yang tiada taranya di alam semesta.

(diam sejenak merenungkan sifat-sifat Sangha)

*) Mereka disebut Ariya Sangha : makhluk-makhluk yang telah mencapai Sotapatti Magga dan phala, Sakadagami Magga dan Phala, Anagami Magga dan Phala dan Arahatta Magga dan Phala.

10. SACCAKIRIYA GATHA (Pernyataan Kebenaran)

PEMIMPIN KEBAKTIAN :
HANDAMAYAM SACCAKIRIYAGATHAYO KAROMA SE
Marilah kita mengucapkan  Pernyataan Kebenaran

BERSAMA-SAMA :
NATTHI ME SARANAM ANNAM
BUDDHO ME SARANAM VARAM
ETENA SACCAVAJJENA
SOTTHI TE HOTU SABBADA

NATTHI ME SARANAM ANNAM
DHAMMO ME SARANAM VARAM
ETENA SACCAVAJJENA
SOTTHI TE HOTU SABBADA

NATTHI ME SARANAM ANNAM
SANGHO ME SARANAM VARAM
ETENA SACCAVAJJENA
SOTTHI TE HOTU SABBADA


Tiada perlindungan lain bagiku
Sang Buddha-lah sesungguhnya pelindungku
Berkat kesungguhan pernyataan ini
Semoga Anda selamat sejahtera.

Tiada perlindungan lain bagiku
Dhamma-lah sesungguhnya pelindungku
Berkat kesungguhan pernyataan ini
Semoga Anda selamat sejahtera.

Tiada perlindungan lain bagiku
Sangha-lah sesungguhnya pelindungku
Berkat kesungguhan pernyataan ini
Semoga Anda selamat sejahtera.

11. MANGALA SUTTA (Sutta tentang Berkah Utama)

PEMIMPIN KEBAKTIAN :
HANDAMAYAM MANGALA SUTTAM BHANAMA SE
Marilah kita mengucapkan Sutta tentang Berkah Utama

BERSAMA-SAMA :
EVAMME SUTAM,
EKAM SAMAYAM BHAGAVA, SAVATTHIYAM VIHARATI, JETAVANE ANATHAPINDIKASSA ARAME.
ATHA KHO ANATHARA DEVATA, ABHIKKANTAYA RATTIYA ABHIKKANTAVANNA KEVALAKAPPAM JETAVANAM OBHASETVA. YENA BHAGAVA TENUPASANKAMI, UPASANKAMITVA BHAGAVANTAM ABHIVADETVA EKAMANTAM ATTHASI, EKAMANTAM THITA KHO SA DEVATA BHAGAVANTAM GATHAYA AJJHABASI:

BAHU DEVA MANUSSA CA
MANGALANI ACINTAYUM
AKANKHAMANA SOTTHANAM
BRUHI MANGALAMUTTAMAM

ASEVANA CA BALANAM
PANDITANANCA SEVANA
PUJA CA PUJANIYANAM
ETAMMANGALAMUTTAMAM

PATIRUPADESAVASO CA
PUBBE CA KATAPUNNATA
ATTASAMMAPANIDHI CA
ETAMMANGALAMUTTAMAM

BAHUSACCANCA SIPPANCA
VINAYO CA SUSIKKHITO
SUBHASITA CA YA VACA
ETAMMANGALAMUTTAMAM

MATAPITU UPATTHANAM
PUTTADARASSA SANGAHO
ANAKULA CA KAMMANTA
ETAMMANGALAMUTTAMAM

DANANCA DHAMMACARIYA CA
NATAKANANCA SANGAHO
ANAVAJJANI KAMMANI
ETAMMANGALAMUTTAMAM

ARATI VIRATI PAPA
MAJJAPANA CA SANNAMO
APPAMADO CA DHAMMESU
ETAMMANGALAMUTTAMAM

GARAVO CA NIVATO CA
SANTUTTHI CA KATANNUTA
KALENA DHAMMASAVANAM
ETAMMANGALAMUTTAMAM

KHANTI CA SOVACASSATA
SAMANANANCA DASSANAM
KALENA DHAMMASAKACCHA
ETAMMANGALAMUTTAMAM

TAPO CA BRAHMACARIYANCA
ARIYASACCANA DASSANAM
NIBBANASACCHIKIRIYA CA
ETAMMANGALAMUTTAMAM

PHUTTHASSA LOKADHAMMEHI
CITTAM YASSA NA KAMPATI
ASOKAM VIRAJAM KHEMAM
ETAMMANGALAMUTTAMAM

ETADISANI KATVANA
SABBATTHAMAPARAJITA
SABBATTHA SOTTHIM GACCHANTI
TANTESAM MANGALAMUTTAMAM` TI.


Demikianlah telah kudengar :
Pada suatu ketika Sang Bhagava menetap di dekat Savatthi, dihutan Jeta di Vihara Anathapindika. Maka datanglah dewa, ketika hari menjelang pagi, dengan cahaya yang cemerlang menerangi seluruh hutan Jeta menghampiri Sang Bhagava, menghormat Beliau lalu berdiri di satu sisi. Sambil berdiri disatu sisi, dewa itu berkata kepada Sang Bhagava dalam syair ini :

“Banyak Dewa dan manusia
Berselisih paham tentang berkah
Yang diharapkan membawa keselamatan;
Terangkanlah, apa Berkah Utama itu ? “
 
“Tidak bergaul dengan orang yang tidak bijaksana
Bergaul dengan mereka yang bijaksana.
Menghormat mereka yang patut dihormat ,
Itulah Berkah Utama
 
Hidup di tempat yang sesuai
Berkat jasa-jasa dalam hidup yang lampau
Menuntun diri ke arah yang benar
Itulah Berkah Utama
 
Memiliki pengetahuan dan keterampilan
Terlatih baik dalam tata susila
Ramah tamah dalam ucapan
Itulah Berkah Utama
 
Membantu ayah dan ibu
Menyokong anak dan isteri
Bekerja bebas dari pertentangan
Itulah Berkah Utama
 
Berdana dan hidup sesuai dengan Dhamma
Menolong sanak keluarga
Bekerja tanpa cela
Itulah Berkah Utama

Menjauhi, tidak melakukan kejahatan
Menghindari minuman keras
Tekun melaksanakan Dhamma
Itulah Berkah Utama
 
Selalu menghormat dan rendah hati
Merasa puas dan berterima kasih
Mendengarkan Dhamma pada saat yang sesuai
Itulah Berkah Utama
 
Sabar, rendah hati bila diperingatkan
Mengunjungi para pertapa
Membahas Dhamma pada saat yang sesuai
Itulah Berkah Utama
 
Bersemangat dalam menjalankan hidup suci
Menembus Empat Kesunyataan Mulia
Serta mencapai Nibanna
Itulah Berkah Utama
 
Meski tergoda oleh hal-hal duniawi
Namun batin tak tergoyahkan,
Tiada susah, tanapa noda, penuh damai
Itulah Berkah Utama
 
Karena dengan mengusahakan hal-hal itu
Manusia tak terkalahkan di mana pun juga
Serta berjalan aman ke mana juga
Itulah Berkah Utama.

12. KARANIYA METTA SUTTA (Sutta tentang Kasih Sayang yang harus Dikembangkan)


PEMIMPIN KEBAKTIAN :
HANDAMAYAM KARANIYAMETTASUTTAM BHANAMA SE
Marilah kita mengucapkan Sutta tentang Kasih Sayang yang Harus Dikembangkan

BERSAMA-SAMA :KARANIYAMATTHAKUSALENA
YAN TAM SANTAM PADAM ABHISAMECCA
SAKKO UJU CA SUHUJU CA
SUVACO CASSA MUDU ANATIMANI
 
SANTUSSAKO CA SUBHARO CA
APPAKICCO CA SALLAHUKAVUTTI
SANTINDRIYO CA NIPAKO CA
APPAGABBHO KULESU ANANUGIDDHO
NA CA KHUDDAM SAMACARE KINCI
YENA VINNU PARE UPAVADEYYUM
SUKHINO VA KHEMINO HONTU
SABBE SATTA BHAVANTU SUKHITATTA
 
YE KECI PANABHUTATTHI
TASA VA THAVARA VA ANAVASESA
DIGHA VA YE MAHANTA VA
MAJJHIMA RASSAKA ANUKATHULA
 
DITTHA VA YE VA ADDITTHA
YE CA DURE VASANTI AVIDURE
BHUTA VA SAMBHAVESI VA
SABBE SATTA BHAVANTU SUKHITATTA
 
NA PARO PARAM NIKUBBETHA
NATIMANNETHA KATTHACI NAM KANCI
BYAROSANA PATIGHASANNA
NANNAMANNASSA DUKKHAMICCHEYYA
 
MATA YATHA NIYAM PUTTAM
AYUSA EKAPUTTAMANURAKKHE
EVAMPI SABBABHUTESU
MANASAMBHAVAYE APARIMANAM
 
METTANCA SABBALOKASMIM
MANASAMBHAVAYE APARIMANAM
UDDHAM ADHO CA TIRIYANCA
ASAMBADHAM AVERAM ASAPATTAM
TITTHANCARAM NISINNO VA
SAYANO VA YAVATASSA VIGATAMIDDHO
ETAM SATIM ADHITTHEYYA
BRAHMAMETAM VIHARAM IDHAMAHU
DITTHINCA ANUPAGAMMA
SILAVA DASSANENA SAMPANNO
KAMESU VINEYYA GEDHAM
NA HI JATU GABBHASEYYAM PUNARETI’TI


Inilah yang harus dikerjakan
oleh mereka yang tangkas dalam kebaikan.
Untuk mencapai ketenangan,
Ia harus mampu, jujur, sungguh jujur,
Rendah hati, lemah lembut, tiada sombong.

Merasa puas, mudah disokong/dilayani
Tiada sibuk, sederhana hidupnya
Tenang inderanya, berhati-hati
Tahu malu, tak melekat pada keluarga.

Tidak berbuat kesalahan walaupun kecil
yang dapat dicela oleh Para Bijaksana
Hendaklah ia berpikir :
Semoga semua makhluk berbahagia dan tentram,
Semoga semua makhluk berbahagia.

Makhluk hidup apa pun juga
Yang lemah dan kuat tanpa kecuali
Yang panjang atau besar
Yang sedang, pendek, kecil atau gemuk.
Yang tampak atau tidak tampak
Yang jauh atau pun dekat
Yang terlahir atau yang akan lahir
Semoga semua makhluk berbahagia.
Jangan menipu orang lain
Atau menghina siapa saja.
Jangan karena marah dan benci
Mengharapkan orang lain celaka.

Bagaikan seorang ibu yang mempertaruhkan jiwanya
Melindungi anaknya yang tunggal,
Demikianlah terhadap semua makhluk
Dipancarkannya pikiran (kasih sayangnya) tanpa batas.
Kasih sayangnya ke segenap alam semesta
Dipancarkannya pikirannya itu tanpa batas
Ke atas, ke bawah dan kesekeliling
Tanpa rintangan, tanpa benci dan permusuhan.
Selagi berdiri, berjalan atau duduk
Atau berbaring, selagi tiada lelap
Ia tekun mengembangkan kesadaran ini
Yang dikatakan : Berdiam dalam Brahma
Tidak berpegang pada pandangan salah (tentang atta/aku)
Dengan sila dan penglihatan yang sempurna
Hingga bersih dari nafsu indera
Ia tak akan lahir dalam rahim mana pun juga.

13. BRAHMAVIHARAPHARANA (Peresapan Brahmavihara)
PEMIMPIN KEBAKTIAN:HANDAMAYAM BRAHMAVIHARAPHARANA BHANAMA SE

BERSAMA-SAMA:
(
METTA)
AHAM SUKHITO HOMI
NIDDUKKHO HOMI
AVERO HOMI
ABYAPAJJHO HOMI
ANIGHO HOMI
SUKHI ATTANAM PARIHARAMI

SABBE SATTA SUKHITA HONTU
NIDDUKHA HONTU
AVERA HONTU
ABYAPAJJHA HONTU
ANIGHA HONTU
SUKHI ATTANAM PARIHARANTU.

(KARUNA)
SABBE SATTA DUKKHA PAMUCCANTU

(MUDITA)
SABBE SATTA MA LADDHASAMPATTITO VIGACCHANTU

(UPEKKHA)
SABBE SATTA
KAMMASSAKA
KAMMADAYADA
KAMMAYONI
KAMMABANDHU
KAMMAPATISARANA
YAM KAMMAM KARISSANTI
KALYANAM VA PAPAKAM VA
TASSA DAYADA BHAVISSANTI


PEMIMPIN KEBAKTIAN:Marilah kita mengucapkan Peresapan Brahma Vihara

BERSAMA-SAMA:

(
CINTA KASIH)
Semoga aku berbahagia
Bebas dan penderitaan
Bebas dan kebenuan
Bebas dan penyakit
Bebas dan kesukaran
Semoga aku dapat mempertahankan kebahagiaanku
sendiri.

Semoga semua rnakhluk berbahagia
Bebas dan penderitaan
Bebas dan kebencian
Bebas dan kesakitan
Bebas dan kesukaran
Semoga mereka dapat mempertahankan kebahagiaan
mereka sendiri.

(KASIH SAYANG / WELASASIH)Semoga semua makhluk bebas dan penderitaan

(SIMPATI)Semoga semua mahkluk tidak kehilangan kesejahteran yang telah mereka peroleh.

(KESEIMBANGAN BATIN)Semua makhluk:
Memiliki karmanya sendiri
Mewarisi karmanya sendiri
Lahir dan karmanya sendiri
Berhubungan dengan karmanya sendiri
Terlindung oleh karmanya sendiri.
Apa pun karma yang diperbuatnya
Baik atau buruk,
Itulah yang akan diwarisinya.


14. ABHINHAPACCAVEKKHANA (Kerap Kali Direnungkan)
PEMIMPIN KEBAKTIAN:HANDAMAYAM ABHI APACCAVEKKHANAPATHAM BHA­NAMA SE

BERSAMA-SAMA:
JARA DHAMMOMHI
JARAM ANATITO
BYADHIDHAMMOMHI
BYADHIM ANATITO
MARANA DHAMMOMHI
MARANAM ANATITO
SABBEHI ME PIYEHI MANAPEHI NANABHAVO VINABHAVO.

KAMMASSAKOMHI
KAMMADAYADO
KAMMAYONI
KAMMABANDHU

KAMMAPATISARANO
YAM KAMMAM KARISSAMI
KALYANAM VA PAPAKAM VA
TASSA DAYADO BHAVISSAMI
EVAM AMHEHI ABHINHAM PACCAVEKKHITABBAM


PEMIMPIN KEBAKTIAN:Marilah kita mengucapkan Perenungan Kerapkali

BERSAMA-SAMA:
Aku akan menderita usia tua,
Aku belum mengatasi usia tua.
Aku akan menderita sakit,
Aku belum mengatasi penyakit.
Aku akan menderita kematian,
Aku belum mengatasi kematian.
Segala milikku yang kucintai dan kusenangi
akan berubah, akan terpisah dariku.

Aku adalah pemilik karmaku sendiri
Pewaris karmaku sendiri
Lahir dan karmaku sendiri
Berhubungan dengan karmaku sendiri

Terlindung oleh karmaku sendiri
Apa pun karma yang kuperbuat
Baik atau buruk
Itulah yang akan kuwarisi.
Hendaklah ini kerap kali direnungkan.


15. SAMADHI: METTA-BHAVANA (Meditasi: Pengembangan Kasih Sayang)
Pada akhir samadhi, Pemimpin Kebaktian mengucapkan:
SABBE SATTA BHAVANTU SUKHITATTA
Semoga semua makhluk berbahagia

atau
SABBE SATTA SADA HONTU AVERA SUKHAJIVINO
Semoga semua makhluk selamanya hidup berbahagia bebas dari kebencian.


16. ARADHANA TISARANA PANCASILA
     (Permohonan Tiga perlindungan dan Lima Latihan Sila)
Apabila kebaktian dihadiri oleh bhikkhu, maka Pañcasila
(nomor 6) dalam Tuntunan Kebaktian ini tidak dibacakan.
Setelah penibacaan paritta selesai, hadirin memohon
Tisarana-Pañcasila kepada bhikkhu dengan membacakan:

BERSAMA-SAMA:
MAYAM BHANTE
TISARANENA SAHA PANCASILANI YACAMA.
Bhante
Kami memohon Tisarana dan Pancasila

DUTIYAMPI MAVAM BHANTE TISARANENA SAHA PANCASILANI YACAMA.
Untuk kedua kalinya, Bhante,
Kami memohon Tisarana dan Pancasila.

TATIYAMPI MAYAM BHANTE TISARANENA SAHA PANCASILANI YACAMA.
Untuk ketiga kalinya, Bhante,
Kami memohon Tisarana dan Pancasila.

Atau
OKASA AHAM BHANTE,
TISARANENA SADDHTM PANCASILAM DHAMMAM YACAMI, ANUGAHAM KATVA SILAM DETHA ME BHANTE.
Perkenankanlah Bhante,
Berikan padaku Tisarana serta Pancasila
Anugerahkanlah padaku Sila itu, Bhante.

DUTIYAMPI OKASA AHAM BHANTE, TISARANENA SADDHIM PANCASILAM DHAMMAM YACAMI, ANUGAHAM KATVA SILAM DETHA ME BHANTE.
Untuk kedua kalinya, perkenankanlah, Bhante,
Berikan padaku Tisarana serta Pancasila
Anugerahkanlah padaku Sila itu, Bhante.

TATIYAMPI OKASA AHAM BHANTE, TISARANENA SADDHIM PANCASILAM DHAMMAM YACAMI, ANUGAJIAM KATVA SILAM DETHA ME BHANTE.
Untuk ketiga kalinya, perkenankanlah, Bhante,
Berikan padaku Tisarana serta Pancasila
Anugerahkanlah padaku Sila itu, Bhante.


BHIKKHU:YAMAHAM VADAMI TAM VADETHA
Ikutilah apa yang saya ucapkan.

HADIRIN:AMA, BHANTE.
Baik, Bhante.

BHIKKHU:NAMO TASSA BHAGAVATO ARAHATO SAMMA SAMBUD­DHASSA
Terpujilah Sang Bhagava, Yang Maha Suci, Yang telah Mencapai Penerangan Sempurna.
(tiga kali)

HADIRIN:
(mengikuti)

BHIKKHU
: (mengucapkan Tisarana kalimat per kalimat)


HADIRIN: (mengikuti apa yang diucapkan oleh bhikkhu kelimat per kalimat)
BUDDHAM SARANAM GACHAMI
DHAMMAM SARANAM GACHAMI
SANGHAM SARANAM GACHAMI

Aku berlindung kepada Buddha
Aku berlindung kepada Dhamma
Aku berlindung kepada Sangha (baca : Sang-gha)

DUTIYAMPI BUDDHAM SARANAM GACHAMI
DUTIYAMPI DHAMMAM SARANAM GACHAMI
DUTIYAMPI SANGHAM SARANAM GACHAMI

Untuk kedua kalinya, aku berlindung kepada Buddha
Untuk kedua kalinya, aku berlindung kepada Dhamma
Untuk kedua kalinya, aku berlindung kepada Sangha

TATIYAMPI BUDDHAM SARANAM GACHAMI
TATIYAMPI DHAMMAM SARANAM GACHAMI
TATIYAMPI SANGHAM SARANAM GACHAMI

Untuk ketiga kalinya, aku berlindung kepada Buddha
Untuk ketiga kalinya, aku berlindung kepada Dhamma
Untuk ketiga kalinya, aku berlindung kepada Sangha

BHIKKHU: TISARANA GAMANAM PARIPUNAM

HADIRIN:AMA, BHANTE

BHIKKHU: (mengucapkan Pancasila kalimat per kalimat)

HADIRIN: (mengikuti apa yang diucapkan oleh bhikkhu kalimat per kalimat)

- PANATIPATA VERAMANI SIKKHAPADAM SAMADIYAMI
- ADINNADANA VERAMANI SIKKHAPADAM SAMADIYAMI
- KAMESU MICCHACARA VERAMANI SIKKHAPADAM SAMADIYAMI
- MUSAVADA VERAMANI SIKKHAPADAM SAMADIYAMI
- SURAMERAYA MAJJAPAMADATTHANA VERAMANI SIKKHAPADAM
  SAMADIYAMI

- Aku bertekad akan melatih diri untuk tidak melakukan pembunuhan makhluk hidup.
- Aku bertekad akan melatih diri untuk tidak mengambil barang yang tidak diberikan.
- Aku bertekad akan melatih diri untuk tidak melakukan perbuatan seksualitas yang tidak
  dibenarkan
- Aku bertekad akan melatih diri untuk tidak mengucapkan ucapan yang tidak benar.
- Aku bertekad akan melatih diri untuk tidak minum segala minuman keras yang dapat
  menyebabkan lemahnya kesadaran.

BHIKKHU:IMANI PANCASIKKHAPADANI
SILENA SUGATIM YANTI
SILENA BHOGASAMPADA
SILENA NIBBHUTIM YANTI
TASMA SILAM VISODHAYE

HADIRIN:AMA, BHANTE.

SADHU! SADHU! SADHU!


17. ARADHANA PARITTA (Permohonan Paritta)
Permohonan Paritta ini dibacakan apabila uamt mengundang bhikkhu/samanera ke rumah atau pada acara upacara di vihara, cetiya, dan sebagainya. Hal ini dilakukan setelah permohonan Pancasila.
Perpohonan Paritta ini adalah sebagai berikut:
VIPATTIPATIBAHAYA
SABBA SAMPATTI SIDDHIYA
SABBA DUKKHA VINASAYA
PARITTAM BRUTHA MANGALAM

VIPATTIPATIBAHAYA
SABBA SAMPATTI SHIDDHIYA
SABBA BHAYA VINASAYA
PARITTAM BRUTHA MANGALAM

VIPATTIPATIBAHAYA
SABBA SAMPATTI SIDDHIYA
SABBA ROGA VINASAYA
PARITTAM BRUTHA MANGALAM


Untuk menolak marabahaya
Untuk memperoleh rejeki
Untuk melenyapkan semua dukkha
Sudilah membacakan paritta perlindungan

Untuk menolak marabahaya
Untuk memperoleh rejeki
Untuk melenyapkan semua rasa takut
Sudilah membacakan paritta perlindungan

Untuk menolak marabahaya
Untuk memperoleh rejeki
Untuk melenyapkan semua penyakit
Sudilah membacakan paritta perlindungan.


18. ARADHANA DHAMMADESANA (Permohonan Dhammadesana)Permohonan Dhammadesana ini dilaksanakan setelah Permohonan Pancasila di Vihara, Cetiya, dan sebagainya pada bhikkhu, samanera yang hadir pada waktu itu:
BRAHMA CA LOKADHIPATI SAHAMPATI
KATANJALI ANDIUVARAM AYACATHA
SANTIDHA SATTAPPARAJAKKHAJATIKA
DESETU DHAMMAM ANUKAMPIMAM PAJAM

Brahma Sahampati, penguasa dunia
Merangkap kedua tangannya (beranjali) dan memohon:
Ada makhluk-makhluk yang memiliki sedikit debu di mata mereka.
Ajarkanlah Dhamma demi kasih sayang kepada mereka.


19.DHAMMADESANA (Kotbah Dhamma)


20. PEMBERKAHAN
Bila Kebaktian dihadiri bhikkhu, bhikkhu memberikan
pemberkahan.


21. Ettavata (Pelimpahan Jasa)
PEMIMPIN KEBAKTIAN:HANDAMAYAM ETTAVATA DINNAM KAROMA SE
ETTAVATA CA AMHEHI
SAMBHATAM PUNNASAMPADAM
SABBE DEVA ANUMODANTU
SABBA SAMPATTI SIDDHIYA

ETTAVATA CA AMHEHI
SAMBHATAM PUNNASAMPADAM
SABBE BHUTA ANUMODANTU
SABBA SAMPATTI SIDDHIYA

ETTAVATA CA AMHEHI
SAMBHATAM PUNNASAMPADAM
SABBE SATTA ANUMODANTU
SABBA SAMPATTI SIDDHIYA

AKASATTHA CA BHUMMATTHA
DEVA NAGA MAHIDDHIKA
PUNNAM TAM ANUMODITVA
CIRAM RAKKHANTU PERDAMAIAN DUNIA

AKASATTHA CA BHUMMATTHA
DEVA NAGA MAHIDDHIKA
PUNNAM TAM ANUMODITVA
CIRAM RAKKHANTU INDONESIA

IDAM VO NATINAM HOTU
SUKHITA HONTU NATAYO (3X)

DEVO VASATU KALENA
SASSA SAMPATTI HOTU CA
PHITO BHAVATU LOKO CA
RAJA BHAVATU DHAMMIKO

AKASATTHA CA BHUMMATTHA
DEVA NAGA MAHIDDHIKA
PUNNAM TAM ANUMODITVA
CIRAM RAKKHANTU VIHARA / CETIYA ......

AKASATTHA CA BHUMMATTHA
DEVA NAGA MAHIDDHIKA
PUNNAM TAM ANUMODITVA
CIRAM RAKKHANTU SASANAM

AKASATTHA CA BHUMMATTHA
DEVA NAGA MAHIDDHIKA
PUNNAM TAM ANUMODITVA
CIRAM RAKKHANTU DESANAM

AKASATTHA CA BHUMMATTHA
DEVA NAGA MAHIDDHIKA
PUNNAM TAM ANUMODITVA
CIRAM RAKKHANTU MAM PARAM`TI


PEMIMPIN KEBAKTIAN:Marilah kita mengucapkan paritta Ettavata:

Sebanyak kami telah
Mencapai dan mengumpulkan jasa.
Semoga semua dewa turut bergembira,
Agar mendapat keuntungan beraneka warna

Sebanyak kami telah
Mencapai dan mengumpulkan jasa.
Semoga semua dewa turut bergembira,
Agar mendapat keuntungan beraneka warna

Sebanyak kami telah
Mencapai dan mengumpulkan jasa.
Semoga semua dewa turut bergembira,
Agar mendapat keuntungan beraneka warna

Semoga para makhluk hidup di angkasa dan di bumi,
Para dewa dan naga yang perkasa
Setelah menikmati jasa-jasa ini,
Selalu melindungi perdamaian dunia

Semoga para makhluk hidup di angkasa dan di bumi,
Para dewa dan naga yang perkasa
Setelah menikmati jasa-jasa ini,
Selalu melindungi Indonesia.

Semoga jasa-jasa ini melimpah
Pada sanak keluarga yang telah meninggal
Semoga mereka berbahagia.

Semoga hujan tepat pada musimnya
Semoga dunia maju dengan pesat
Serta selalu bahagia dan damai
Semoga Pemerintah / Pemimpin berlaku lurus.

Semoga para makhluk di angkasa dan di bumi
Para dewa dan naga yang perkasa
Setelah menikmati jasa-jasa ini,
Selalu melindungi Ajaran

Semoga para makhluk di angkasa dan di bumi
Para dewa dan naga yang perkasa
Setelah menikmati jasa-jasa ini,
Selalu melindungi pembabaran Dharma

Semoga para makhluk di angkasa dan di bumi
Para dewa dan naga yang perkasa
Setelah menikmati jasa-jasa ini,
Selalu melindungi kita semua.

Kisah Tissa Thera


Tissa adalah putera kakak perempuan dari ayah Pangeran Siddhattha. Ia menjadi bikkhu pada usia yang telah lanjut, dan suatu saat tinggal bersama-sama Sang Buddha. Walau baru beberapa tahun menjalani kebhikkhuannya, ia bertingkah laku seperti bhikkhu senior dan senang mendapat penghormatan serta pelayanan dari bhikkhu-bhikkhu yang berkunjung kepada Sang Buddha. Sebagai bhikkhu yunior, ia tidak melaksanakan semua kewajibannya, di samping itu ia juga sering bertengkar dengan bhikkhu-bhikkhu muda lainnya.

Suatu ketika seorang bhikkhu muda menegur kelakuannya. Hal itu membuat bhikkhu Tissa sangat kecewa dan sedih, dan kemudian ia melaporkan hal itu kepada Sang Buddha. Bhikkhu-bhikkhu lain yang mengetahui permasalahan tersebut, mengikutinya untuk memberikan keterangan yang benar kepada Sang Buddha jika dibutuhkan.

Sang Buddha, yang telah mengetahui kelakuan bhikkhu Tissa menasehatinya agar ia mau mengubah kelakuannya, tidak memiliki pikiran membenci.

Sang Buddha juga mengatakan bahwa bukan pada kehidupan kini saja bhikkhu Tissa mempunyai watak keras kepala, juga pada kehidupan sebelumnya. Bhikkhu Tissa pernah terlahir sebagai seorang pertapa yang keras kepala bernama Devala. Karena suatu kesalahpahaman, ia mencerca seorang pertapa suci. Meskipun raja ikut campur tangan dengan memintakan ampun kepada pertapa suci itu, Devala tetap berkeras kepala dan menolak untuk melakukannya. Hanya dengan paksaan dan tekanan dari raja, Devala barulah mau meminta ampun kepada pertapa suci itu.

Pada akhir wejangannya Sang Buddha membabarkan syair 3 dan 4 berikut ini:

"Akkocchi mam avadhi mam
ajini mam ahasi me
ye ca tam upanayhanti
veram tesam na sammati.
Akkocchi mam avadhi mam
ajini mam ahasi me
ye ca tam nupanayhanti
veram tesupasammati."
"Ia menghina saya,
ia memukul saya,
ia mengalahkan saya,
ia merampas milik saya."
Selama seseorang masih menyimpan pikiran seperti itu,
maka kebencian tak akan pernah berakhir.

"Ia menghina saya,
ia memukul saya,
ia mengalahkan saya,
ia merampas milik saya."
Jika seseorang sudah tidak lagi menyimpan pikiran-pikiran seperti itu,
maka kebencian akan berakhir.

Kisah Mattakundali

Seorang brahmana bernama Adinnapubbaka mempunyai anak tunggal yang amat dicintai dan disayangi bernama Mattakundali. Sayang, Adinnapubbaka adalah seorang kikir dan tidak pernah memberikan sesuatu untuk orang lain. Bahkan perhiasan emas untuk anak tunggalnya dikerjakan sendiri demi menghemat upah yang harus diberikan kepada tukang emas.

Suatu hari, anaknya jatuh sakit, tetapi tidak satu tabib pun diundang untuk mengobati anaknya. Ketika menyadari anaknya telah mendekati ajal, segera ia membawa anaknya keluar rumah dan dibaringkan di beranda, sehingga orang-orang yang berkunjung ke rumahnya tidak mengetahui keadaan itu.

Sebagaimana biasanya, di waktu pagi sekali, Sang Buddha bermeditasi. Setelah selesai, dengan mata Ke-Buddhaan Beliau melihat melihat ke seluruh penjuru, barangkali ada makhluk yang memerlukan pertolongan. Sang Buddha melihat Mattakundali sedang berbaring sekarat di beranda. Beliau merasa bahwa anak itu memerlukan pertolongannya.

Setelah memakai jubahnya, Sang Buddha memasuki kota Savatthi untuk berpindapatta. Akhirnya Beliau tiba di rumah brahmana Adinnapubbaka. Beliau berdiri di depan pintu rumah dan memperhatikan Matthakundali. Rupanya Matthakundali tidak sadar sedang diperhatikan. Kemudian Sang Buddha memancarkan sinar dari tubuh-nya, sehingga mengundang perhatian Matthakundali, brahmana muda.

Ketika brahmana muda melihat sang Buddha, timbullah keyakinan yang kuat dalam batinnya. Setelah Sang Buddha pergi, ia meninggal dunia dengan hati yang penuh keyakinan terhadap Sang Buddha dan terlahir kembali di alam surga Tavatimsa.

Dari kediamannya di surga, Matthakundali melihat ayahnya berduka-cita atas dirinya di tempat kremasi. Ia merasa iba. Kemudian ia menampakkan dirinya sebagaimana dahulu sebelum ia meninggal, dan memberitahu ayahnya bahwa ia telah terlahir di alam surga Tavatimsa karena keyakinannya kepada Sang Buddha. Maka ia menganjurkan ayahnya mengundang dan berdana makanan kepada sang Buddha.

Brahmana Adinnapubbaka mengundang Sang Buddha untuk menerima dana makanan. Selesai makan, ia bertanya, "Bhante, apakah seseorang dapat, atau tidak dapat, terlahir di alam surga; hanya karena berkeyakinan terhadap Buddha tanpa berdana dan tanpa melaksanakan moral (sila)?"

Sang Buddha tersenyum mendengar pertanyaan itu. Kemudian Beliau memanggil dewa Matthakundali agar menampakkan dirinya. Matthakundali segera menampakkan diri, tubuhnya dihiasi dengan perhiasan surgawi, dan menceritakan kepada orang tua dan sanak keluarganya yang hadir, bagaimana ia dapat terlahir di alam surga Tavatimsa. Orang-orang yang memperhatikan dewa tersebut menjadi kagum, bahwa anak brahmana Adinnapubbaka mendapatkan kemuliaan hanya dengan keyakinan terhadap Sang Buddha.

Pertemuan diakhiri oleh Sang Buddha dengan membabarkan syair kedua berikut ini:

"Manopubbangama dhamma
manosettha manomaya
manasa ce pasannena
bhasati va karoti va
tato nam sukha manveti
chayava anapayini."
Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu,
pikiran adalah pemimpin,
pikiran adalah pembentuk.
Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran murni,
maka kebahagiaan akan mengikutinya,
bagaikan bayang-bayang yang tak pernah meninggalkan bendanya.


Pada akhir kotbah Dhamma itu, Mattakundali dan Adinnapubbaka langsung mencapai tingkat kesucian sotapatti. Kelak, Adinnapubbaka mendanakan hampir semua kekayaannya bagi kepentingan Dhamma.

Kisah Cakkhupala Thera


Suatu hari, Cakkhupala Thera berkunjung ke Vihara Jetavana untuk melakukan penghormatan kepada Sang Buddha. Malamnya, saat melakukan meditasi jalan kaki, sang thera tanpa sengaja menginjak banyak serangga sehingga mati. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali serombongan bhikkhu yang mendengar kedatangan sang thera bermaksud mengujunginya. Di tengah jalan, di dekat tempat sang thera menginap mereka melihat banyak serangga yang mati.

"Iiih..., mengapa banyak serangga yang mati di sini?" seru seorang bhikkhu. "Aah, jangan jangan...", celetuk yang lain. "Jangan-jangan apa?" sergah beberapa bhikkhu. "Jangan-jangan ini perbuatan sang thera!" jawabnya. "Kok bisa begitu?" tanya yang lain lagi. "Begini, sebelum sang thera berdiam disini, tak ada kejadian seperti ini. Mungkin sang thera terganggu oleh serangga-serangga itu. Karena jengkelnya ia membunuhinya."

"Itu berarti ia melanggar vinaya, maka perlu kita laporkan kepada Sang Buddha!" seru beberapa bhikkhu. "Benar, mari kita laporkan kepada Sang Buddha, bahwa Cakkhupala Thera telah melanggar vinaya", timpal sebagian besar dari bhikkhu tersebut.

Alih-alih dari mengunjungi sang thera, para bhikkhu itu berubah haluan, berbondong-bondong menghadap Sang Buddha untuk melaporkan temuan mereka, bahwa "Cakkhupala Thera telah melanggar vinaya!"

Mendengar laporan para bhikkhu, Sang Buddha bertanya, "Para bhante, apakah kalian telah melihat sendiri pembunuhan itu?"

"Tidak bhante", jawab mereka serempak.

Sang Buddha kemudian menjawab, "Kalian tidak melihatnya, demikian pula Cakkhupala Thera juga tidak melihat serangga-serangga itu, karena matanya buta. Selain itu Cakkhupala Thera telah mencapai kesucian arahat. Ia telah tidak mempunyai kehendak untuk membunuh."

"Bagaimana seorang yang telah mencapai arahat tetapi matanya buta?" tanya beberapa bhikkhu.

Maka Sang Buddha menceritakan kisah di bawah ini:

Pada kehidupan lampau, Cakkhupala pernah terlahir sebagai seorang tabib yang handal. Suatu ketika datang seorang wanita miskin. "Tuan, tolong sembuhkanlah penyakit mata saya ini. Karena miskin, saya tak bisa membayar pertolongan tuan dengan uang. Tetapi, apabila sembuh, saya berjanji dengan anak-anak saya akan menjadi pembantu tuan", pinta wanita itu. Permintaan itu disanggupi oleh sang tabib.

Perlahan-lahan penyakit mata yang parah itu mulai sembuh. Sebaliknya, wanita itu menjadi ketakutan, apabila penyakit matanya sembuh, ia dan anak-anaknya akan terikat menjadi pembantu tabib itu. Dengan marah-marah ia berbohong kepada sang tabib, bahwa sakit matanya bukannya sembuh, malahan bertambah parah.

Setelah diperiksa dengan cermat, sang tabib tahu bahwa wanita miskin itu telah berbohong kepadanya. Tabib itu menjadi tersinggung dan marah, tetapi tidak diperlihatkan kepada wanita itu. "Oh, kalau begitu akan kuganti obatmu", demikian jawabnya. "Nantikan pembalasanku!" serunya dalam hati. Benar, akhirnya wanita itu menjadi buta total karena pembalasan sang tabib.

Sebagai akibat dari perbuatan jahatnya, tabib itu telah kehilangan penglihatannya pada banyak kehidupan selanjutnya.

Mengakhiri ceritanya, Sang Buddha kemudian membabarkan syair di bawah ini:

"Manopubbangama dhamma
manosettha manomaya
manasa ce padutthena
bhasati va karoti va
tato nam dukkhamanveti
cakkamva vahato padam."


Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu,
pikiran adalah pemimpin,
pikiran adalah pembentuk.
Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat,
maka penderitaan akan mengikutinya,
bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya.


Pada saat khotbah Dhamma itu berakhir, di antara para bhikkhu yang hadir ada yang terbuka mata batinnya dan mencapai tingkat kesucian arahat dengan mempunyai kemampuan batin analitis "Pandangan Terang" (pati-sambhida).

Selasa, 15 Maret 2011

Verse 1. Suffering Follows The Evil-Doer


Mind precedes all knowables,
mind's their chief, mind-made are they.
If with a corrupted mind
one should either speak or act
dukkha follows caused by that,
as does the wheel the ox's hoof.
Explanation: All that we experience begins with thought. Our words and deeds spring from thought. If we speak or act with evil thoughts, unpleasant circumstances and experiences inevitably result. Wherever we go, we create bad circumstances because we carry bad thoughts. This is very much like the wheel of a cart following the hoofs of the ox yoked to the cart. The cart-wheel, along with the heavy load of the cart, keeps following the draught oxen. The animal is bound to this heavy load and cannot leave it.

Kisah Cakkhupala Thera


Suatu hari, Cakkhupala Thera berkunjung ke Vihara Jetavana untuk melakukan penghormatan kepada Sang Buddha. Malamnya, saat melakukan meditasi jalan kaki, sang thera tanpa sengaja menginjak banyak serangga sehingga mati. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali serombongan bhikkhu yang mendengar kedatangan sang thera bermaksud mengujunginya. Di tengah jalan, di dekat tempat sang thera menginap mereka melihat banyak serangga yang mati.

"Iiih..., mengapa banyak serangga yang mati di sini?" seru seorang bhikkhu. "Aah, jangan jangan...", celetuk yang lain. "Jangan-jangan apa?" sergah beberapa bhikkhu. "Jangan-jangan ini perbuatan sang thera!" jawabnya. "Kok bisa begitu?" tanya yang lain lagi. "Begini, sebelum sang thera berdiam disini, tak ada kejadian seperti ini. Mungkin sang thera terganggu oleh serangga-serangga itu. Karena jengkelnya ia membunuhinya."

"Itu berarti ia melanggar vinaya, maka perlu kita laporkan kepada Sang Buddha!" seru beberapa bhikkhu. "Benar, mari kita laporkan kepada Sang Buddha, bahwa Cakkhupala Thera telah melanggar vinaya", timpal sebagian besar dari bhikkhu tersebut.

Alih-alih dari mengunjungi sang thera, para bhikkhu itu berubah haluan, berbondong-bondong menghadap Sang Buddha untuk melaporkan temuan mereka, bahwa "Cakkhupala Thera telah melanggar vinaya!"

Mendengar laporan para bhikkhu, Sang Buddha bertanya, "Para bhante, apakah kalian telah melihat sendiri pembunuhan itu?"

"Tidak bhante", jawab mereka serempak.

Sang Buddha kemudian menjawab, "Kalian tidak melihatnya, demikian pula Cakkhupala Thera juga tidak melihat serangga-serangga itu, karena matanya buta. Selain itu Cakkhupala Thera telah mencapai kesucian arahat. Ia telah tidak mempunyai kehendak untuk membunuh."

"Bagaimana seorang yang telah mencapai arahat tetapi matanya buta?" tanya beberapa bhikkhu.

Maka Sang Buddha menceritakan kisah di bawah ini:

Pada kehidupan lampau, Cakkhupala pernah terlahir sebagai seorang tabib yang handal. Suatu ketika datang seorang wanita miskin. "Tuan, tolong sembuhkanlah penyakit mata saya ini. Karena miskin, saya tak bisa membayar pertolongan tuan dengan uang. Tetapi, apabila sembuh, saya berjanji dengan anak-anak saya akan menjadi pembantu tuan", pinta wanita itu. Permintaan itu disanggupi oleh sang tabib.

Perlahan-lahan penyakit mata yang parah itu mulai sembuh. Sebaliknya, wanita itu menjadi ketakutan, apabila penyakit matanya sembuh, ia dan anak-anaknya akan terikat menjadi pembantu tabib itu. Dengan marah-marah ia berbohong kepada sang tabib, bahwa sakit matanya bukannya sembuh, malahan bertambah parah.

Setelah diperiksa dengan cermat, sang tabib tahu bahwa wanita miskin itu telah berbohong kepadanya. Tabib itu menjadi tersinggung dan marah, tetapi tidak diperlihatkan kepada wanita itu. "Oh, kalau begitu akan kuganti obatmu", demikian jawabnya. "Nantikan pembalasanku!" serunya dalam hati. Benar, akhirnya wanita itu menjadi buta total karena pembalasan sang tabib.

Sebagai akibat dari perbuatan jahatnya, tabib itu telah kehilangan penglihatannya pada banyak kehidupan selanjutnya.

Mengakhiri ceritanya, Sang Buddha kemudian membabarkan syair di bawah ini:

"Manopubbangama dhamma
manosettha manomaya
manasa ce padutthena
bhasati va karoti va
tato nam dukkhamanveti
cakkamva vahato padam."


Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu,
pikiran adalah pemimpin,
pikiran adalah pembentuk.
Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat,
maka penderitaan akan mengikutinya,
bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya.


Pada saat khotbah Dhamma itu berakhir, di antara para bhikkhu yang hadir ada yang terbuka mata batinnya dan mencapai tingkat kesucian arahat dengan mempunyai kemampuan batin analitis "Pandangan Terang" (pati-sambhida).

Senin, 14 Maret 2011

Kisah Kekalahan Raja Kosala

Kisah Kekalahan Raja Kosala
Dalam pertempuran melawan Ajatasattu, Raja Kosala kalah tiga kali. Ajatasattu adalah anak dari Raja Bimbisara dan Ratu Vedehi, saudara perempuan dari Raja Kosala. Raja Kosala malu dan sangat sedih atas kekalahannya. Kemudian dia mengeluh, "Sungguh memalukan! Saya bahkan tidak dapat menaklukkan anak yang masih berbau susu ibunya. Lebih baik saya meninggal dunia." Merasa sedih dan sangat malu raja menolak makan, dan terus berbaring.

Berita tentang kesedihan sang raja menyebar seperti api yang liar dan ketika Sang Buddha mendengar perihal itu, Beliau berkata, "Para bhikkhu! Pada diri seseorang yang menang, permusuhan dan kebencian meningkat, seseorang yang dikalahkan akan menderita kesakitan dan kesukaran."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 201 berikut :

"Jayam veram pasavati
dukkham seti parajito
upasanto sukham seti
hitva jayaparajayam."


Kemenangan menimbulkan kebencian,
dan yang kalah hidup dalam penderitaan.
Setelah dapat melepaskan diri dari kemenangan dan kekalahan,
orang yang penuh damai akan hidup bahagia

Jumat, 11 Maret 2011

SENI HIDUP MEDITASI VIPASSANA

Setiap orang mencari kedamaian dan keharmonisan, karena inilah yang kurang dalam kehidupan kita. Dari waktu ke waktu kita semua mengalami gejolak, gangguan, ketidakharmonisan, penderitaan; dan ketika seseorang menderita karena bergejolak, seseorang tidaklah menyimpan gejolak ini untuk seorang diri saja. Ia juga akan membagikannya ke orang lain. Gejolak akan menyelimuti atmosfir di sekeliling orang yang menyedihkan tersebut. Setiap orang yang berhubungan dengannya juga menjadi terganggu dan bermasalah.  Ini pastilah bukan jalan yang tepat untuk hidup.

Seseorang seharusnya hidup dalam damai dengan dirinya sediri, dan dengan orang lain. Lagipula, manusia adalah makhluk sosial. Ia perlu hidup dalam masyarakat -- untuk hidup dan berhubungan dengan yang lain. Bagaimanakah kita hidup dengan penuh kedamaian? Bagaimanakah kita tetap harmonis dengan diri kita sendiri dan memelihara kedamaian dan keharmonisan di sekeliling kita, sehingga yang lain juga hidup dalam kedamaian dan penuh dengan keharmonisan?

Seseorang bermasalah. Untuk keluar dari permasalahan, seseorang harus mengetahui alasan dasarnya, penyebab dari penderitaan. Jika seseorang menyelidiki permasalahan, akan menjadi jelas bahwa kapan pun seseorang mulai membangkitkan kenegatifan atau kekotoran apapun dalam pikiran, seseorang menjadi bermasalah. Kenegatifan dalam pikiran, kekotoran atau ketidakmurnian batin tidak dapat eksis bersamaan dengan kedamaian dan keharmonisan.

Bagaimanakah seseorang mulai membangkitkan hal-hal yang negatif? Sekali lagi, dengan penyelidikan, hal ini akan menjadi jelas. Saya menjadi sangat tidak bahagia ketika saya menemukan seseorang yang bersikap dengan cara yang tidak saya sukai, ketika saya bertemu dengan peristiwa yang tidak saya sukai.  Hal-hal yang tidak diinginkan terjadi dan saya menciptakan tekanan dalam diri saya sendiri. Hal-hal yang diinginkan tidak terjadi, beberapa rintangan datang dalam perjalanan, dan lagi saya menciptakan tekanan dalam diri saya sendiri, saya mulai mengikat jerat dalam diri saya. Dan seluruh hidup saya, hal-hal yang tidak diinginkan tetap terjadi, hal-hal yang diinginkan bisa atau pun tidak bisa terjadi, dan proses atau reaksi mengikat jerat – jerat Gordius -- membuat seluruh struktur batin dan fisik begitu tegang, begitu penuh akan hal-hal negatif, segingga hidup menjadi menyedihkan.

Sekarang sebuah cara untuk memecahkan masalah adalah dengan mengubah sehingga tak ada satu pun hal-hal yang tidak diinginkan terjadi dalam hidup saya dan segalanya tetap terjadi persis seperti yang saya kehendaki. Saya harus mengembangkan sebuah kekuatan, atau orang lain harus memiliki kekuatan dan harus datang untuk membantu ketika saya memintanya, sehingga segala hal yang tidak diinginkan tidak terjadi dan segala yang saya inginkan terjadi. Tetapi hal ini tidak mungkin. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang keinginannya selalu terpenuhi, yang dalam hidupnya segalanya terjadi sesuai dengan keinginannya, tanpa terjadi adanya hal-hal yang tidak diinginkan. Jadi pertanyaan yang muncul, bagaimanakah agar saya tidak bereaksi secara membabi buta dalam menghadapi segala hal yang tidak saya sukai? Bagaimanakah agar tidak tercipta suatu ketegangan? Bagaimanakah agar tetap penuh damai dan harmonis?

Di India seperti halnya di negara-negara lain, para orang suci bijaksana pada masa lampau telah mempelajari masalah ini -- masalah dari penderitaan manusia--dan menemukan solusinya: jika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi dan seseorang mulai bereaksi dengan membangkitkan kemarahan, ketakutan atau hal-hal negatif lainnya, maka dengan sesegera mungkin ia harus mengalihkan perhatiannya ke hal yang lain. Sebagai contoh, berdiri, mengambil segelas air, dan meminumnya -- kemarahan Anda tidak akan berlipat ganda dan Anda dapat keluar dari kemarahan. Atau mulai berhitung: satu, dua, tiga, empat. Atau  mengulang sebuah kata, atau kalimat, atau beberapa mantra, mungkin nama dewa atau seorang suciwan yang Anda puja; pikiran akan teralihkan, dan untuk lebih lanjut, Anda akan keluar dari kenegatifan, keluar dari kemarahan.

Solusi ini sangat membantu: dan berhasil . Solusi ini tetap berhasil. Melatih hal ini, pikiran akan merasa bebas dari gejolak. Namun faktanya, solusi ini akan bekerja hanya pada tingkat kesadaran. Sebenarnya, dengan mengalihkan perhatian, seseorang mendorong kenegatifan masuk ke dalam bawah sadarnya, dan pada tingkatan ini seseorang terus membangkitkan dan melipat gandakan kekotoran yang sama. Pada tingkat permukaan ditemukan lapisan kedamaian dan keharmonisan, tetapi jauh di dalam pikiran terdapat gunung berapi yang tertidur berasal dari kenegatifan yang ditekan, yang cepat atau lambat akan meledak dengan letusan yang merusak.

Para penjelajah kebenaran sejati tetap meneruskan pencarian mereka, dan dengan mengalami realita pikiran dan permasalahan dalam diri mereka sendiri mereka menyadari bahwa mengalihkan perhatian hanyalah merupakan pelarian diri dari permasalahan. Melarikan diri bukanlah sebuah solusi: seseorang harus mengadapi permasalahannya. Kapanpun kenegatifan bangkit dalam pikiran, cukup mengamatinya saja, hadapi dia. Setelah seseorang mengamati berbagai kekotoran batin, kekotoran batin tersebut akan kehilangan kekuatannya. Secara perlahan ia akan berkurang dan tercabut.

Sebuah solusi yang baik: hindarkanlah kedua hal ekstrem -- menekan dan membiarkan bebas. Dengan tetap menyimpan kenegatifan dalam bawah sadar tidak akan menghilangkannya; dan dengan membiarkannya bermanifestasi (berwujud) menjadi perbuatan fisik ataupun ucapan hanya akan menciptakan masalah lebih banyak. Tetapi jika seseorang hanya mengamatinya saja, maka kekotoran akan musnah, dan seseorang telah menghilangkan kenegatifan tersebut, seseorang terbebaskan dari kekotoran batin.

Hal ini kedengarannya sangat luar biasa, tetapi apakah benar-benar bisa dipraktikkan? Bagi kebanyakan orang, apakah mudah untuk menghadapi kekotoran batin? Ketika kemarahan bangkit, ia menguasai kita begitu cepat sehingga kita bahkan tidak menyadarinya. Kemudian dengan dikuasai oleh kemarahan, kita melakukan tindakan fisik atau ucapan tertentu yang menyakitkan bagi kita dan bagi pihak lain. Belakangan, setelah kemarahan berlalu, kita mulai menangis dan menyesal, memohon maaf kepada orang ataupun kepada tuhan: ”Oh, saya telah melakukan sebuah kesalahan, tolong maafkanlah saya!” Tetapi di lain waktu kita berada di dalam situasi yang sama, kita kembali bereaksi dengan cara yang sama. Semua penyesalan tersebut tidaklah menolong sama sekali.

Kesulitannya adalah saya tidak sadar kapan kekotoran batin itu mulai muncul. Ia dimulai jauh di dalam tingkat bawah sadar pikiran, dan seiring dengan waktu mencapai pada tingkat kesadaran, ia memiliki begitu banyak kekuatan yang menguasai saya, dan saya tidak dapat mengamatinya.

Maka saya harus mempekerjakan seorang sekretaris pribadi untuk saya, sehingga kapanpun kemarahan muncul, ia akan berkata, ”Lihat tuan, kemarahan mulai muncul!” Oleh karena saya tidak mengetahui kapan kemarahan ini akan mulai muncul, saya harus memiliki tiga sekretaris pribadi untuk tiga masa, selama 24 jam! Andai kata saya dapat melakukan hal itu dan ketika kemarahan mulai muncul, dengan segera sekretaris saya memberitahukan kepada saya, “Oh, tuan, lihatlah -- kemarahan mulai muncul!” Satu hal pertama yang akan saya lakukan adalah menampar dan menyerangnya: “Dasar bodoh! Kamu pikir kamu digaji untuk mengajari saya?” Saya begitu terlalu dikuasai oleh kemarahan dimana tidak ada nasihat yang baik yang akan membantu.

Bahkan seandainya kata-kata bijak tersebut berhasil dan saya tidak menamparnya. Dan saya berkata, “Terima kasih banyak. Sekarang saya harus duduk dan mengamati kemarahan saya.” Apakah hal ini mungkin? Setelah saya menutup mata saya dan mencoba mengamati kemarahan, dengan cepat obyek kemarahan datang dalam pikiran saya, seseorang atau peristiwa yang membuat saya menjadi marah. Lalu saya tidak mengamati kemarahan itu sendiri. Saya justru mengamati rangsangan emosi luar. Ini hanya akan melipatgandakan kemarahan; ini bukanlah solusinya. Sangat sulit mengamati beragam kenegatifan yang abstrak (tidak kelihatan), emosi yang abstrak yang terpisah dari obyek luar yang menyebabkannya muncul.

Namun, bagi seseorang yang telah mencapai kebenaran tertinggi menemukan solusi yang sebenarnya. Ia menemukan bahwa kapanpun kekotoran batin apapun muncul dalam pikiran, merangsang dua hal yang terjadi pada tingkat fisik. Pertama adalah napas yang kehilangan irama normalnya. Kita mulai sukar bernapas kapanpun kenegatifan datang pada pikiran. Ini mudah untuk diamati. Pada tingkat yang halus, suatu reaksi biokimia muncul dalam tubuh -- suatu perasaan. Setiap kekotoran batin akan membangkitkan sebuah perasaan atau yang lainnya di bagian dalam, di satu bagian tubuh atau yang lainnya.

Ini merupakan solusi praktis. Orang awam tidak dapat mengamati kekotoran-kekotoran pikiran yang abstrak -- ketakutan, kemarahan, atau napsu yang abstrak. Tetapi dengan latihan dan praktek yang tepat, sangatlah mudah untuk mengamati pernapasan dan perasaan-perasaan jasmaniah -- dimana keduanya berhubungan langsung dengan kekotoran-kekotoran batin.

Pernapasan dan perasaan jasmani akan membantu saya dengan dua cara. Yang pertama, keduanya seperti sekretaris pribadi saya. Segera saat kekotoran muncul dalam pikiran saya, napas saya kehilangan kenormalannya; napas saya akan mulai berteriak, ”Perhatikan, ada sesuatu yang tidak beres!” Saya tidak dapat menampar napas saya; saya harus menerimanya sebagai peringatan. Hal yang sama juga pada perasaan memberitahu kepada saya bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Lalu setelah diperingatkan, saya mulai mengobservasi pernapasan saya, perasaan saya, dan saya menemukan dengan sangat cepat bahwa kekotoran batin menghilang.

Fenomena jasmani-batin ini seperti halnya sebuah mata uang bersisi dua. Pada sisi yang satu merupakan pikiran atau emosi apapun yang muncul dalam pikiran. Di satu sisi yang lain merupakan pernapasan dan perasaan dalam tubuh. Pikiran atau emosi apapun, kekotoran batin apapun, memanifestasikan (mewujudkan) dirinya dalam napas dan perasaan saat itu. Jadi, dengan mengamati pernapasan atau perasaan, pada dasarnya saya sedang mengamati kekotoran batin. Daripada melarikan diri dari permasalahan, saya menghadapai realitas sebagaimana adanya.  Lalu saya akan menemukan bahwa kekotoran batin kehilangan kekuatannya: ia tidak lagi menguasai saya sebagaimana terjadi di waktu lalu. Jika saya tetap melakukannya, kekotoran batin akhirnya akan menghilang secara keseluruhan, dan saya tinggal dalam penuh kedamaian dan kebahagiaan.

Dengan cara ini, teknik-teknik pengamatan diri menunjukkan kepada kita realitas kedua aspeknya, di dalam dan luar. Sebelumnya, seseorang selalu melihat dengan mata terbuka, dan kehilangan kebenaran bagaian dalam. Saya selalu melihat ke luar untuk melihat penyebab dari ketidakbahagiaan saya; saya selalu menyalahkan dan mencoba untuk merubah realitas di luar. Dengan ketidaktahuan akan realitas di dalam diri, Saya tidak pernah memahami bahwa penyebab dari penderitaan terletak di dalamnya, dengan reaksi membuta saya yang mengarah pada perasaan senang dan tidak senang.

Sekarang dengan latihan, saya dapat melihat sisi lain dari mata uang. Saya dapat menjadi sadar akan napas saya dan juga akan apa yang terjadi di dalam diri saya. Apapun itu, napas atau perasaan, saya belajar untuk hanya mengamatinya saja, tanpa kehilangan keseimbangan pikiran. Saya berhenti untuk bereaksi, berhenti melipatgandakan kesengsaraan saya. Sebaliknya, saya membiarkan kekotoran batin untuk muncul dan menghilang.

Lebih sering seseorang berlatih dengan teknik ini, lebih cepat seseorang akan menemukan dan keluar dari kenegatifan. Secara berangsur-angsur pikiran menjadi bebas dari kekotoran-kekotoran batin; pikiran akan menjadi murni. Pikiran yang murni selalu penuh dengan cinta kasih -- cinta kasih tanpa pamrih untuk semua orang; penuh dengan belas kasih bagi  kelemahan dan penderitaan orang lain; penuh dengan suka cita atas kebahagiaan dan kesuksesan mereka; penuh dengan keseimbangan dalam menghadapi berbagai situasi.

Ketika seseorang mencapai tahap ini, seluruh pola hidupnya mulai berubah. Tidak lagi memungkinkan untuk melakukan ucapan maupun perbuatan fisik yang akan mengganggu kedamaian dan kebahagiaan pihak lain. Sebaliknya, keseimbangan pikiran  tidak hanya membuat kedamaian bagi dirinya sendiri, tetapi membantu pihak lain menjadi penuh kedamaian. Atmosfir yang mengelilingi orang seperti itu akan menyebar dengan kedamaian dan keharmonisan, dan ini juga akan mulai mempengaruhi pihak lain.

Dengan belajar untuk tetap seimbang dalam menghadapi segala pengalamannya dalam diri, seseorang mengembangkan ketidakpengaruhan menghadapi semua hal yang ia temukan dalam situasi-situasi eksternal (luar) apapun. Namun, ketidakpengaruhan bukanlah penghindaran ataupun ketidakacuan terhadap berbagai masalah dunia. Seorang meditator Vipassana menjadi lebih sensitif terhadap berbagai penderitaan orang lain, dan berusaha sepenuhnya membebaskan penderitaan mereka dengan cara apapun yang ia bisa lakukan -- bukan dengan berupa gejolak (agitasi) tetapi dengan pikiran yang penuh dengan cinta kasih, belas kasih, dan keseimbangan batin. Ia belajar kesucian yang tanpa membedakan -- bagaimana melakukan sesuatu secara penuh, membantu orang lain secara penuh, sementara pada saat yang sama tetap menjaga keseimbangan pikirannya. Dengan cara ini ia tetap penuh kedamaian dan kebahagaian selagi ia bekerja untuk kedamaian dan kebahagiaan orang lain.

Inilah yang Sang Buddha ajarkan; sebuah seni kehidupan. Beliau tidak pernah menyatakan atau mengajarkan agama apapun, “isme” apapun. Beliau tidak pernah menginstruksikan para pengikutNya untuk berlatih upacara atau ritual apapun, formalitas yang kosong dan membuta apapun. Sebaliknya Beliau hanya mengajarkan untuk mengamati alam sebagaimana adanya dengan mengamati realitasi di dalam diri. Dikarenakan kebodohan batin, seseorang tetap bereaksi dengan cara yang menyakitkan bagi diri sendiri dan bagi orang lain. Tetapi ketika kebijaksanaan muncul -- kebijaksanaan dari mengamati realita sebagaimana adanya -- seseorang keluar dari reaksi kebiasaannya ini. Ketika seseorang berhenti bereaksi secara membuta, maka seseorang mampu melakukan tindakan sesungguhnya, tindakan dari proses keseimbangan pikiran, pikiran yang melihat dan memahami kebenaran. Tindakan seperti itu hanya dapat menjadi positif, kreatif, sangat membantu bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain.

Yang diperlukan setelah itu adalah “mengetahui diri sendiri” -- sebuah nasihat yang diberikan oleh setiap orang bijak. Seseorang harus mengetahui dirinya sendiri bukan hanya pada tingkat intelektual, tingkat ide-ide dan teori-teori. Ini juga bukan berarti hanya mengetahuinya pada tingkat emosional atau ketaatannya, menerima dengan mudah dan membuta apa yang ia dengar atau ia baca. Pengetahuan seperti itu tidaklah cukup. Sebaliknya seseorang harus mengetahui realitas pada tingkat yang sesungguhnya. Seseorang harus mengalami secara langsung realitas fenomena jasmani-batin ini. Hal ini saja yang akan membantu kita untuk keluar dari kekotoran batin, keluar dari penderitaan.

Pengalaman langsung realitas akan diri sendiri ini, teknik pengamatan diri ini, disebut sebagai meditasi `Vipasana`. Dalam bahasa India pada masa Sang Buddha, passana berarti melihat dengan mata terbuka, dengan cara yang biasa, tetapi Vipassana adalah mengamati segala sesuatu seperti apa sesungguhnya mereka, bukan hanya seperti apa yang terlihat. Kebenaran nyata perlu ditembus, sampai seseorang mencapai kebenaran tertinggi dari seluruh struktur fisik dan batin. Ketika seseorang mengalami kebenaran ini, maka ia akan belajar berhenti bertindak secara membuta, berhenti menciptakan kekotoran batin -- dan secara alamiah kekotoran yang lama secara berangsur-angsur akan terhapus. Ia keluar dari kesengsaraan dan mengalami kebahagiaan.

Ada tiga langkah untuk berlatih yang diberikan dalam pelajaran meditasi Vipassana. Pertama, seseorang harus menjauhkan diri dari tindakan, fisik atau ucapan apapun yang menggangu kedamaian dan keharmonisan pihak lain. Seseorang tidak bisa bekerja membebaskan diri sendiri dari kekotoran dalam pikiran ketika pada saat yang sama ia terus melakukan perbuatan fisik dan perkataan yang hanya melipatgandakan kekotoran batin tersebut. Oleh karena itu, aturan kemoralan merupakan awal yang penting dari latihan. Seseorang tidak melakukan pembunuhan, tidak mencuri, tidak melakukan perbuatan seksual yang tidak dibenarkan, tidak berkata bohong, dan tidak menggunakan obat-obat yang memabukkan. Dengan tidak melakukan perbuatan seperti itu, seseorang membiarkan pikirannya cukup tenang sehingga ia dapat mulai melakukan tugas yang ada.

Langkah selanjutnya adalah mengembangkan penguasaan atas pikiran yang liar ini, dengan melatihnya untuk tetap berada pada satu obyek yaitu napas. Seseorang berusaha untuk mempertahankan perhatiannya selama mungkin pada pernapasan. Ini bukanlah latihan bernapas: seseorang tidak mengatur napasnya. Sebaliknya ia mengamati pernapasan secara alami sebagaimana adanya, sebagaimana napas masuk dan keluar. Dengan cara ini seseorang lebih lanjut menenangkan pikirannya sehingga tidak lagi dikuasai oleh kenegatifan yang kuat. Pada saat yang sama, seseorang mengkonsentrasikan pikirannya, membuat pikirannya tajam dan menembus, sanggup untuk melakukan pekerjaan akan pemahaman mendalam (insight).

Dua langkah awal ini yaitu hidup dalam kehidupan yang bermoral dan mengendalikan pikiran sangatlah diperlukan dan dengan sendirinya sangat menguntungkan; tetapi keduanya akan mengarah pada pengekangan diri, kecuali ia mengambil langkah ketiga -- memurnikan pikiran dari kekotoran batin dengan mengembangkan pengetahuan mendalam ke dalam sifat alami dirinya. Inilah Vipassana: mengalami realitas akan diri sendiri, dengan pengamatan yang sistematis dan tanpa emosi atas fenomena perubahan menerus dari fisik dan batin yang mewujudkan dirinya sebagai perasaan yang ada di dalam diri seseorang. Inilah puncak dari ajaran Sang Buddha: pemurnian diri sendiri dengan mengamati diri sendiri.

Hal ini dapat dipraktikkan oleh semua orang. Setiap orang menghadapi masalah penderitaan. Ini adalah penyakit universal yang membutuhkan obat universal -- bukan obat sekelompok orang. Ketika seseorang menderita karena kemarahan, ini bukan kemarahan Buddhis, kemarahan Hindu, atau kemarahan Kristiani. Kemarahan adalah kemarahan. Ketika seseorang bergejolak sebagai akibat dari kemarahan ini, gejolak ini bukanlah Kristiani atau Hindu, atau Buddhis. Penyakit tersebut bersifat universal. Obatnya pun harus bersifat universal.

Vipassana merupakan obat universal. Tak seorang pun akan merasa keberatan atas aturan hidup yang menghargai kedamaian dan keharmonisan orang lain. Tak seorang pun akan menolak untuk mengembangkan pengendalian atas pikiran. Tak seorang pun akan keberatan untuk mengembangkan pengetahuan mendalam ke dalam sifat alami dirinya, yang dengannya memungkinkan untuk membebaskan pikiran dari kenegatifan. Vipassana adalah jalan yang universal.

Mengamati realitas sebagaimana adanya dengan mengamati kebenaran yang ada di dalam diri -- ini berarti mengetahu diri sendiri pada tingkat sebenarnya, tingkat pengalaman. Ketika seseorang berlatih, ia berangsur-angsur keluar dari kesengsaraan akan kekotoran batin. Dari kebenaran yang kasar, eksternal, nyata, seseorang menembus kepada kebenaran tertinggi dari pikiran dan fisik. Kemudian ia melampaui semuanya, dan mengalami sebuah kebenaran yang melampaui pikiran dan fisik, melampaui ruang dan waktu, melampaui kondisi medan relatifitas: kebenaran dari pembebasan total dari segala kekotoran batin, ketidakmurnian, penderitaan. Apapun nama yang seseorang berikan kepada kebenaran tertinggi ini adalah tidak relevan; ini merupakan tujuan akhir bagi semua orang.

Semoga Anda semua mengalami kebenaran tertinggi ini. Semoga semua orang keluar dari kekotoran batin dan kesengsaraan mereka. Semoga mereka menikmati kebahagiaan, kedamaian, keharmonisan sejati.

Semoga semua makhluk berbahagia.

Tulisan di atas berdasarkan pada permbicaraan yang diberikan oleh Mr. S.N. Goenka pada bulan Juli 1980 di Berne, Switzerland.

Tentang Penulis:

S.N. Goenka lahir di Mandalay, Myanmar pada tahun 1924. Beliau adalah seorang guru meditasi dengan metode Vipassana; Beliau telah memiliki beberapa pusat Vipassana di seluruh dunia. Beliau berasal dari keluarga India yang kaya di Myanmar dan dulunya Beliau sebagai pemimpin perusahaan yang terkenal di komunitas India. Pada tahun 1969, Beliau mengundurkan diri dari semua kegiatan bisnisnya dan mengabdikan seluruh kehidupannya untuk menyebarkan meditasi Vipassana. Beliau mempimpin ratusan pelatihan diseluruh dunia. Goenka menulis dalam bahasa Inggris, Hindi, dan Rajasthan. Sejauh ini pekerjaannya telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa di seluruh dunia.

Judul asli: The Art of Living: Vipassana Meditation
Oleh: S.N. Goenka